Selain ketiga nama di atas, konglomerat lain yang ikut ke China adalah Tomy Winata. Namanya terseret dalam skandal proyek Rempang Eco City di Batam melalui perusahaannya PT Makmur Elok Graha (MEG). Proyek ini memicu protes dari masyarakat lokal karena relokasi penduduk.
Tomy Winata juga menghadapi berbagai tuduhan, termasuk keterlibatan dalam aktivitas mafia, yang ia klaim sebagai tanda relevansi dalam diskursus publik.
Sosok Arsjad Rasjid juga pernah terlibat perselisihan kepemimpinan di Kadin Indonesia, di mana Anindya Bakrie terpilih menggantikannya dalam Munaslub yang dianggap ilegal oleh kubu Arsjad.
Selain itu, Arsjad juga terlibat dalam kasus hukum melawan PT Krama Yudha yang berujung pada putusan pailit.
Perkara kurang menyenangkan juga menerpa Boy Thohir yang dilaporkan ke KPK terkait dugaan korupsi dalam investasi Telkomsel di PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Akibat praktik ini negara dirugikan hingga Rp.6,7 triliun.
Keterlibatan Boy Thohir terkait dukungannya kepada pasangan Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden 2024 memicu reaksi negatif di pasar saham.
Boy Thohir juga pernah membuat pernyataan kontroversi pada saat mengundang capres Prabowo Subianto dalam pertemuan para pengusaha kelas kakap yang menyatakan bahwa segelintir orang inilah yang menguasai ekonomi Indonesia. Pernyataan tersebut hampir membuat efek negatif terhadap elektabilitas capres Prabowo Subianto dan terlihat saat mendengar ucapan tersebut, Prabowo terlihat tidak kurang nyaman.
Bisnis sawit hingga tambang
Prajogo Pangestu dilaporkan memiliki kepentingan dalam perkebunan kelapa sawit di Kalimantan. Ia tercatat sebagai salah satu miliarder kelapa sawit di Indonesia dengan kekayaan yang signifikan dari bisnis ini.
Prajogo Pangestu adalah pemilik PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), yang terlibat dalam pertambangan batubara. Perusahaan ini juga mengakuisisi Multi Tambang Utama untuk meningkatkan produksi batubara termal.
Pertambangan emas…………….(baca selanjutnya)