Kematian tragis yang menimpa ibu dan anak di kawasan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan kembali mengejutkan masyarakat Indonesia. Ini bukan pertama kalinya nyawa manusia meregang di tengah permukiman penduduk yang padat.
Kematian ibu berinisial M, 82 tahun dan anak perempuannya berinisial P, 61 tahun tak diketahui tetangga kanan kirinya hingga berhari-hari. Mayat keduanya sudah membusuk saat warga menyadari ada yang tidak beres dari rumah mereka.
Budaya saling menyapa dan membaur antar tetangga, diakui atau tidak, sudah mulai ditinggalkan. Kondisi ini kental di permukiman kota besar, dimana warga tidak saling kenal, kecuali Pak RT dan RW karena urusan administrasi.
Keberadaan petugas keamanan atau security di perumahan bukan solusi untuk mengawasi setiap penghuni rumah. Diperlukan kesadaran setiap warga untuk saling mengontrol dan membangun komunikasi satu sama selain. Serta mengasah kepekaan sosial terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar kita.
Kesadaran tersebut penting untuk dikuatkan kembali, di tengah bergesernya komunikasi masyarakat ke piranti elektronik. Keberadaan Grup WhatsApp yang jamak di setiap komunitas, termasuk perumahan selayaknya benar-benar difungsikan sebagai sarana komunikasi yang ‘benar’.
Komunikasi yang memberi kontribusi informasi positif, bukan media penyebar hoax yang jelas rimbanya. Dari Grup WhatsApp pula sesama warga bisa saling mengabarkan satu sama lain, tanpa dibumbui sikap ‘kepo’ yang membuat anggota grup kurang nyaman.
Jika setiap anggota rumah peduli dengan 3-4 rumah di sebelahnya, entah berkomunikasi atau sekedar saling mengirim makanan, niscaya peristiwa tragis yang terjadi di Cilandak tidak akan terjadi.
Penulis: Danny Wibisono