Bacaini.ID, KEDIRI – Sampai malam ini masih banyak yang belum percaya kalau KH Dauglas Toha Yahya atau Gus Lik, telah wafat.
Terutama bagi para muhibinnya (pecinta). Dalam bercerita, tiap menyebut nama pengasuh Pondok Pesantren Assyaidiyah Jamsaren Kediri itu, mata mereka berkaca-kaca.
“Ya Alloh Gus Lik,” gumam salah satu muhibinnya lirih. Saya memang tidak bisa menakar sedalam apa kesedihan mereka, namun rasa kehilangan itu terlihat begitu kentara.
“Al fatihah untuk kiai Dauglas Toha Yahya,” tambahnya. Situasi di warung kopi pinggiran kota itu mendadak sunyi. Semua terdiam, menundukkan muka.
Ya, Gus Lik telah berpulang Sabtu legi 21 September 2024. Layon-layon itu beredar pertama kali di media sosial. Sempat dikira kabar hoax seperti rumor sebelumnya.
Namun kali ini ternyata benar adanya. Gus Lik betul-betul tiada. Yang diketahui banyak orang, laki-laki berperawakan kurus dengan rambut panjang serta alis tebal itu terbaring sakit di RS Bhayangkara Kediri.
Gus Mamik, adik Gus Lik di media sosial sempat membocorkan kondisi kesehatan kakaknya, dan sekaligus meminta keikhlasan semua pihak untuk melangitkan doa kesembuhan.
“Alhamdulillah mugo2 kyaine enggal sae mawon nggih. Menika saking kulo (Alhamdulillah, semoga kyai cepat sembuh. Ini saja dari saya),” kata Gus Mamik melalui video yang beredar di media sosial.
Dauglas Toha Yahya merupakan salah satu ulama, kiai, sekaligus gus kharismatik, utamanya bagi sebagian besar masyarakat di wilayah eks karsidenan Kediri.
Di tengah merebaknya kehidupan serba hedon (bermewah-mewah) tidak terkecuali merambah elit pesantren, Gus Lik bertahan dengan keklasikannya.
Menempuh jalan sunyi dengan berlaku hidup zuhud: sederhana, bersahaja, jauh dari kemewahan duniawi, menjadikannya berbeda dengan ulama lainnya.
Gus Lik tidak butuh diantar jemput kendaraan mewah untuk hadir di lokasi majelis pengajian malam jumat (PMK) dan pengajian malam rabu (PMR) yang diasuhnya.
Pengajian yang selalu dihadiri ribuan jamaah. Gus Lik tidak butuh sorban panjang atau atribut keislaman tertentu untuk membuat dirinya dikenal sebagai manusia yang saleh.
Bagi Gus Lik, sarung atau celana dipadu kemeja serta peci hitam, sudah cukup dan tidak mengurangi kesalehannya.
Hal itu yang membuat sebagian orang memandang Gus Lik sebagai sosok ulama yang unik, termasuk mubaligh Gus Muwafiq yang menganggapnya manusia istimewa.
“Ada manusia istimewa seperti Pak Lik ini tidak umum. Wong tidak umum kok diikuti banyak orang,” kata Gus Muwafiq dalam sebuah pengajian.
KH Dauglas Toha Yahya merupakan putra Kiai Said dan Nyai Maemunah Banjar Mlati. Dari penelusuran silsilah yang bisa terlacak, Ponpes Banjar Mlati Mojoroto Kediri didirikan oleh Kiai Ali Maklum.
Kiai Ali Maklum yang merupakan dzuriyah Syekh Abdullah Mursyad adalah kakek Kiai Sholeh Banjarmlati, mertua Mbah Manab atau Kiai Abdul Karim, pendiri Ponpes Lirboyo.
Kiai Sholeh Banjarmlati juga mertua Kiai Dahlan, pendiri pondok pesantren Jampes, Kediri dan juga mertua Kiai Makruf pendiri Ponpes Kedunglo, Kediri.
Melihat dari sanad dzuriyah dan keilmuan yang ada, wajar jika Gus Lik muncul sebagai ulama kharismatik dengan ceramah-ceramah yang meneduhkan.
Gus Lik dikenal dengan amalan surat Al Fil, yang ketika tiba pada ayat tarmihim dibaca 11 kali. Amalan yang diyakini untuk menolak bala sekaligus pelindung diri itu ijazah dari KH Mahrus Ali Lirboyo.
Mbah Mahrus sendiri diketahui mendapat ijazah dari KH Romli Tamim Jombang.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Iskandar atau Gus War menyebut Gus Lik memiliki kelebihan dari Allah SWT yang tak dimiliki sembarang orang. Gus War merupakan kakak ipar Gus Lik.
“Adik saya itu kalau urusan ngaji sama saja dengan ulama lain. Tapi ada Sirr dari Allah. Ada rahasia Allah (yang) tidak diberikan kepada siapa saja. Saya yakin Pak Lik itu orang yang diberikan Sirr. Sebuah rahasia yang hanya diberikan kepada orang-orang yang dikasihi Allah,” kata KH Anwar Iskandar
Gus Iqdam, mubaligh kondang asal Kabupaten Blitar bahkan menyebut Gus Lik sebagai Auliya Illah (kekasih Allah).
Terlepas dari semua kelebihan spiritual itu, sosok Gus Lik sebagai ulama zuhud dengan ribuan jamaah merupakan fenomena yang langka, terutama pada kekinian.
Di tengah bervariasinya style para pendakwah agama, kesederhanaan Gus Lik jadi pembeda dan itu dirindukan banyak kalangan, utamanya umat Islam di tingkat akar rumput.
Tidak heran, kepergian Gus Lik cukup meresahkan para muhibinnya. Mereka merasa kehilangan sekaligus bertanya-tanya, siapa ulama, kiai, gus dengan prilaku hidup zuhud yang masih ada?.
“Terutama di wilayah eks karsidenan Kediri ini?. Kita semua berharap semoga masih ada,” harapnya.
Inalillahi wainailaihi rojiun. Sugeng tindak Gus Lik, suwargi langgeng
Penulis: Solichan Arif