Bacaini.ID, KEDIRI -Di tengah hiruk-pikuk pemilu dan kampanye politik, generasi muda justru menunjukkan tren yang berbeda. Alih-alih bergabung dengan partai politik, Gen Z lebih memilih menyuarakan pendapat lewat media sosial, komunitas independen, dan gerakan digital.
Survei terbaru dari IMGR (Indonesian Media & Governance Research) menunjukkan bahwa hanya 12% anak muda tertarik bergabung dengan partai politik, sementara lebih dari 70% aktif menyuarakan isu publik secara online.
“Aku lebih percaya gerakan komunitas daripada partai. Lebih fleksibel dan jujur,” ujar Raka (22), aktivis digital asal Malang.
Survei ini dilakukan oleh IDN Research Institute bersama IMGR pada Februari–April 2025, melibatkan 1.500 responden dari kalangan Milenial dan Gen Z di 12 kota besar Indonesia, termasuk Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar.
Beberapa temuan dari survei tersebut antara lain:
- Hanya 12% anak muda menyatakan tertarik bergabung dengan partai politik.
- Sebaliknya, lebih dari 70% aktif menyuarakan isu publik secara digital, seperti lewat media sosial, petisi online, dan kampanye komunitas.
- 54% responden di kota sekunder menyebut ketidakjelasan kebijakan dan janji politik yang diingkari sebagai alasan utama ketidakpercayaan terhadap partai politik.
- Skandal korupsi, seperti kasus di tubuh Pertamina, menjadi simbol pengkhianatan publik dan memperkuat sikap skeptis anak muda terhadap institusi politik.
Kenapa Gen Z Menjauh dari Partai Politik?
Banyak partai diasosiasikan dengan nepotisme dan politik uang, membuat anak muda enggan terlibat. Mereka juga memiliki gaya komunikasi yang kurang adaptif di platform seperti TikTok dan Instagram, tempat Gen Z lebih aktif.
Selain itu, partai politik juga kurang menampung isu yang mereka anggap penting, seperti iklim, mental health, dan hak digital.
Meski begitu, bukan berarti Gen Z apatis terhadap politik. Mereka justru sangat politis, namun mereka menolak format lama yang dianggap tidak transparan dan tidak relevan. Saluran perjuangan mereka adalah jalur non-formal seperti petisi online, konten edukatif, dan diskusi publik.
Dari kampanye iklim hingga advokasi hak digital, Gen Z membuktikan bahwa partisipasi politik bisa dilakukan tanpa harus menjadi anggota partai. Mereka menciptakan ruang baru yang lebih inklusif, kreatif, dan berbasis isu.
Penulis: Hari Tri Wasono