Bacaini.ID, KEDIRI – Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan demobilisasi (membebastugaskan) tentara secara besar-besaran.
Hingga bulan Juni 1948, sebanyak 60.000 tentara dibebastugaskan. Berikutnya segera menyusul 40.000 tentara.
Mereka kebanyakan berasal dari laskar-laskar, tentara rakyat yang lahir pada masa perjuangan kemerdekaan. Termasuk di antaranya Hizbullah.
Sebagian besar usai bertempur hidup dan mati pada 10 November 1945 di Surabaya. Mereka yang selamat dari gempuran pasukan Sekutu.
Perdana Menteri Mohammad Hatta merangkap Menteri Pertahanan menamakan kebijakan demobilisasi di tubuh TNI ini dengan program ReRa: Reorganisasi dan Rasionalisasi.
Program ReRa didasarkan pada Perpres No 9 dan No 14 tahun 1948 dan harus dilaksanakan.
“Dengan memperkecil angkatan perang, kemudian menyusunnya (melalui reorganisasi tentara), Hatta percaya bahwa efektivitas mereka akan bertambah. Prinsip people’s defence tetap dijalankan,” demikian dikutip dari buku Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997).
Di mata Bung Hatta jumlah tentara yang dimiliki republik terlalu besar. Jumlah yang tidak efektif sekaligus jadi beban keuangan negara.
Hatta mengembalikan mereka yang terkena program ReRa pada pekerjaan lamanya. Yang sebelumnya guru kembali mengajar.
Yang sebelumnya kerja di bidang swasta diminta menekuni pekerjaan lamanya.
Hatta memasrahkan ribuan bekas tentara itu kepada Kementerian Pembangunan dan Pemuda untuk dikembalikan ke desa.
Hatta melihat ada ribuan desa di Indonesia yang bisa menampung 10 orang per desa. Mereka bisa menjadi penjaga keamanan desa.
Juga bisa bertani, menanam singkong, membangun saluran irigasi atau mendirikan tiang listrik. “Mengembalikan seratus ribu orang ke dalam masyarakat desa”.
Pemerintah Indonesia memberikan uang ganti jabatan kepada para bekas tentara yang terkena program ReRa sebesar 3 bulan gaji.
Hatta juga meringkas struktur komando militer hanya menjadi dua: Jawa dan Sumatera. Kemudian juga banyak menempatkan tentara sebagai pasukan cadangan.
Penolakan ReRa
Perlawanan terhadap program ReRa datang dari laskar Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia pimpinan Bung Tomo.
Perlawanan pecah di Solo Jawa Tengah. Mereka tegas menyatakan menolak ReRa. Perlawanan berhasil dipadamkan oleh pasukan Tentara Pelajar yang dikenal paling disiplin dan dihormati.
“Pertempuran mengepung barak-barak mereka terjadi di Solo. Setelah dua hari Tentara Pelajar berhasil melucuti mereka,” seperti dikutip dari Sejarah TNI Kodam VII Diponegoro.
Perlawanan program ReRa Hatta juga ditunjukkan kelompok FDR (Front Demokrasi Rakyat). Mereka merasa habis manis sepah dibuang.
Program ReRa dituding upaya memperlemah tentara dan rakyat. Pada 18 September 1948, FDR bersama PKI melakukan pemberontakan di Madiun.
Hatta tetap tidak mengubah pendiriannya. Program ReRa harus ditegakkan. Laskar-laskar yang merusak nama tentara harus dibersihkan.
Para oknum perwira laskar tentara yang menyalahgunakan jabatan juga dibersihkan.
Penulis: Solichan Arif