Bacaini.id, KEDIRI – Berkendara sendirian di malam hari sering memberi pengalaman horor yang menakutkan. Apalagi saat melintasi jalanan yang sepi dan gelap di bawah guyuran hujan.
Ini adalah kisah seram yang dialami Pak Roto, seorang mantan guru sekolah dasar negeri di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Kisah itu pernah diceritakan kepada teman-temannya sesama guru di sekolah, dan masih diingat sampai sekarang.
Sebagai guru yang juga kepala sekolah, aktivitas Pak Roto di luar jam dinas cukup tinggi. Termasuk menghadiri rapat dan koordinasi hingga malam hari.
Seperti malam itu, Pak Roto kembali menerima undangan pertemuan di rumah salah satu kolega untuk membicarakan program sekolah. Pertemuan yang dimulai selepas Maghrib itu baru berakhir pukul 21.00 WIB.
“Masih hujan Pak, tunggu dulu di sini sambil ngopi. Apalagi bapak naik motor,” kata pemilik rumah kepada Pak Roto saat pamit.
Pak Roto kembali melepas helm dan menyalakan rokok. Mungkin sebatang rokok lagi hujan sudah reda. Dia duduk di teras rumah sambil mengawasi hujan.
Benar saja, saat batang rokoknya habis, hujan mulai reda. Gerimis kecil tak menyurutkan niat Pak Roto untuk pulang. “Biar tidak kemalaman di rumah, basah sedikit gak apa-apa,” kata Pak Roto usai menyalakan motor.
Perjalanan pulang ke barat sungai malam itu terasa sepi. Hanya sedikit yang lalu lalang di tengah gerimis. Pak Roto memacu sepeda motornya perlahan, menyusuri Jalan Jaksa Agung Suprapto yang juga sepi.
Tiba di dekat Lembaga Pemasyarakatan, Pak Roto mengambil jalan pintas. Berharap segera tiba di rumah dan berganti pakaian yang basah.
Sepeda motornya dibelokkan ke jalan kecil ke arah barat. Jalan yang jarang dilalui sepeda motor di malam hari.
Dengan kecepatan rendah Pak Roto memacu motornya. Samar-samar dia melihat perempuan mengayuh sepeda pancal di depannya. Sepeda itu berjalan ke arah yang sama dengan kecepatan sedang.
Karena kasihan, Pak Roto memutuskan untuk tidak mendahului. Dia tetap mempertahankan laju motor di belakang sepeda, sambil mengarahkan lampu penerangan ke arah perempuan itu. Pak Roto ingin membantu pengayuh sepeda itu agar tidak terperosok di tengah guyuran hujan.
Dari belakang Pak Roto bisa melihat jika pengayuh sepeda itu adalah perempuan remaja. Dia mengenakan kaos putih dan celana jeans biru yang dipotong selutut. Benang sisa potongannya masih terurai menghiasi lututnya. “Kasihan anak ini, malam-malam naik sepeda sendirian,” pikir Pak Roto sambil terus mengikuti dari belakang.
Tak terasa perjalanan itu berakhir di ujung gang. Di depan mereka terdapat rerimbunan pohon bambu. Pengayuh sepeda itu berhenti, lalu turun. Dengan perlahan dia memutar balik sepedanya menghadap motor Pak Roto. Posisi keduanya sangat dekat hingga roda depan kendaran mereka saling beradu.
“Masha Allah, tibake kowe, kadung tak padangi dalanmu. Kono minggat!!” hardik Pak Roto kepada perempuan itu dengan lantang.
Perempuan itu tetap berdiri menghadap Pak Roto. Wajahnya tak bisa dikenali karena dipenuhi darah. Rusak parah. Sebagian darah menetes di kaos putih yang dikenakannya. Pak Roto kembali menghardik dan memintanya pergi. Perempuan itu kemudian pergi menuntun sepedanya dan hilang di rerimbunan pohon bambu.
Beberapa hari berikutnya Pak Roto menerima kabar jika terjadi kecelakaan di tempat itu dan menewaskan seorang perempuan remaja.
Penulis: HTW
Tonton video:
Comments 2