Bacaini.ID, KEDIRI – Pondok Pesantren Lirboyo Kediri menjadi pusat perhatian di tengah dinamika besar Nahdlatul Ulama. Hal ini tak lepas dari keberadaan dua kyai sepuh pengasuh Lirboyo, yakni KH Anwar Manshur dan KH Kafabihi Mahrus.
Dalam beberapa hari terakhir, Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) bergiliran sowan ke Lirboyo. Mereka meminta doa, arahan, dan petunjuk dari para masyayikh, termasuk KH Anwar Mansyur dan KH Kafabihi Mahrus, agar konflik internal bisa segera menemukan jalan damai.
Para pengasuh Lirboyo menegaskan siap menjadi tuan rumah ishlah, dengan syarat semua pihak hadir. Sikap ini menunjukkan betapa besar wibawa pesantren dan para kiai sepuhnya dalam menjaga marwah NU.
baca juga :
- Gus Ipul dan Gus Yahya Bergiliran Sowan ke Lirboyo di Tengah Kemelut PBNU
- Kader Muda NU Muak Melihat Perilaku Elit PBNU
- Ponpes Lirboyo Mau Jadi Fasilitator Penyelesaian Konflik PBNU Dengan Syarat
Tak hanya di internal NU, nama besar pengasuh Ponpes Lirboyo juga memaksa pemilik televisi nasional Trans7 Chairul Tanjung datang dan meminta maaf langsung atas tayangan yang menyinggung kyai Lirboyo.
Berikut adalah profil dua kyai sepuh Ponpes Lirboyo tersebut:
KH Anwar Manshur lahir pada 1 Maret 1938 dari keluarga ulama terpandang. Ayahnya, KH Manshur adalah pendiri Pesantren Tarbiyatunnasyiin Paculgowang, Jombang. Sementara ibunya, Nyai Salamah, merupakan putri KH M Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Lirboyo.
Dengan latar belakang ini, KH Anwar Manshur tumbuh dalam lingkungan yang sarat nilai keilmuan, kesederhanaan, dan spiritualitas.
Sejak muda ia menempuh pendidikan di berbagai pesantren ternama, termasuk di pesantren ayahnya sendiri, sebelum melanjutkan ke Lirboyo dan memperdalam ilmu agama secara intensif. Karier keulamaannya terus berkembang hingga dipercaya menjadi pengasuh utama Lirboyo.
Sebagai pengasuh utama Lirboyo, KH Anwar Manshur dikenal sebagai figur yang tegas namun penuh kelembutan. Ia memimpin ribuan santri dengan pendekatan tradisional yang tetap relevan di era digital. Di bawah kepemimpinannya, Lirboyo tetap mempertahankan sistem pengajaran kitab kuning, halaqah, dan nilai-nilai akhlak yang menjadi ciri khas pesantren salaf.
KH Anwar Manshur juga aktif dalam berbagai kegiatan keulamaan dan organisasi, termasuk sebagai Rais Syuriah PWNU Jawa Timur. Dalam peran ini, KH Anwar Manshur menjadi jembatan antara pesantren dan masyarakat luas, menyuarakan pentingnya moderasi beragama dan ketahanan budaya Islam Nusantara.
Selain Mbah Yai Anwar Mansyur, sosok lain yang sangat disegani adalah KH Abdullah Kafabihi Mahrus yang juga dikenal sebagai ulama alim dan bijak. Ia merupakan putra dari KH Mahrus Aly, tokoh besar NU dan pendiri Lirboyo.
KH Kafabihi dikenal sebagai penjaga tradisi keilmuan pesantren, sekaligus sosok yang menekankan pentingnya persatuan di tengah perbedaan. Kehadirannya bersama KH Anwar Mansyur memperkuat posisi Lirboyo sebagai poros moral NU.
KH Anwar Mansyur dan KH Kafabihi Mahrus bukan sekadar pengasuh pesantren. Mereka adalah simbol persatuan, penjaga kehormatan, dan rujukan moral bagi warga NU.
Dengan kharisma dan ketenangan keduanya, Lirboyo kembali menunjukkan perannya sebagai benteng tradisi sekaligus penengah dalam krisis, menjaga NU tetap kokoh di tengah gelombang perbedaan.
Penulis: Hari Tri Wasono





