Bacaini.id, MALANG – Penyakit Diabetes Melitus (DM) masih menjadi momok atau ancaman serius bagi kesehatan manusia di dunia. Penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi kronis dan menyebabkan kematian bagi penyandangnya.
Data International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan sekitar 463 juta orang dewasa antara umur 20-79 tahun hidup dengan DM pada tahun 2019. Angka tersebut diprediksi akan naik menjadi 700 juta pada tahun 2045.
Irosninya, sebanyak 4,2 juta dari 463 juta orang penyandang DM berujung pada kematian pada tahun 2019.
Melihat kondisi itu, dosen Keperawatan Medikal Bedah pada Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang Heri Kristianto tertarik melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Khususnya berkaitan dengan Diabetic Foot Syndrome (DFS) atau kaki diabetik.
baca ini Siswa SD Temukan Ramuan Imun Manusia
Dia menyebutkan tingginya angka penyandang DM dan berujung pada kematian disebabkan komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler yang muncul akibat penanganannya tidak terkontrol. Salah satunya disebabkan DFS tersebut.
Heri menyampaikan DFS dapat menyebabkan gangguan saraf pada kaki dan berpengaruh pada kualitas hidup penyandang DM. Sehingga, tidak salah jika penyandang DM yang sudah mengalami komplikasi sangat rentan berujung pada kematian.
”DM menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia karena dapat menimbulkan komplikasi kronis. Komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler ini muncul akibat DM yang tidak terkontrol, salah satunya pada kaki (DFS) itu,” kata dia dalam keterangannya, Senin, 31 Mei 2021.
Selama ini, kata Heri, perawatan pada masalah ulkus kaki diabetik masih berfokus pada upaya penyembuhan luka. Beberapa di antaranya adalah pengobatan dan perawatan luka, manajemen infeksi dan manajemen vaskularisasi.
Sedangkan upaya untuk perawatan sebelum terjadinya luka masih menggunakan terapi untuk mengurangi gejala dengan pendekatan farmakologi atau obat-obatan.
baca ini Mahasiswa Unibraw Ciptakan Kopi Kulit Mangga Podang
Dengan latar belakang itu, Heri mengangkat judul “Pengembangan Algoritme Neuromuscular Taping (NMT) terhadap Perbaikan Klinis Gangguan Mikrosirkulasi pada Kaki Diabetik” dalam disertasinya.
Dia menyebutkan pengembangan Algoritme Neuromuscular Taping (NMT) dapat menjadi pilihan intervensi penunjang dari terapi yang sudah ada. Karena metode itu tidak mempengaruhi aktivitas klien yang terpasang plester.
”Pengembangan metode ini sebagai usaha untuk mencegah terjadinya ulkus kaki diabetik sebagai petanda komplikasi lebih lanjut,” ungkapnya.
Heri menambahkan metode NMT ini berpeluang untuk dikembangkan dan diterapkan sebagai penunjang dalam penanganan kaki diabetik dengan memberikan dukungan pasien untuk tetap beraktivitas.
Pemasangan Plester
Metode NMT merupakan suatu metode pemasangan plester pada permukaan kulit kaki dengan menggunakan plester khusus yang telah dilakukan modifikasi bentuk, panjang dan lebar plester sesuai dengan indikasi klinis.
Sebagaimana pada uji klinis yang telah dilakukan Heri dengan menggunakan bentuk Fan dan I sebagai dasar untuk memperbaiki mikrosirkulasi pada neuropati kaki diabetik.
Hasilnya, metode itu dapat memberikan manfaat dalam memperbaiki kelembaban kulit kaki, struktur kapiler dan respon nyeri neuropati. Dengan hasil itu dia berharap penelitiannya dapat mendukung pengembangan manajemen nyeri non farmakologi dalam bidang keperawatan, khususnya perawatan kaki diabetik.
”Semoga penelitian ini bisa memberi harapan baru dalam tata laksana kaki diabetik selain pendekatan farmakologi,” harapnya.
Dr. Heri Kristianto merupakan dosen kelahiran Madiun, 26 November 1982. Suami Ratih Damayanti, M.SE dan ayah dari Fedora Abigail Alexandrina ini menempuh pendidikan S1 dan Ners di FK-UB, serta S2 dan Spesialis Keperawatan Medical Bedah di Universitas Indonesia.
Selama menempuh pendidikan S3 Keperawatan di Universitas Indonesia sejak tahun 2018, ia telah menghasilkan tujuh artikel sebagai penulis utama yang terbit pada jurnal internasional bereputasi.
Selain mengabdikan diri sebagai dosen di Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, ia juga menjadi praktisi mandiri spesialis keperawatan medikal bedah dalam area perawatan kaki, luka, dan edukator diabetes sejak tahun 2006 hingga saat ini.
Melalui disertasinya itu, Heri dinyatakan lulus sebagai Doktor Keperawatan ke-105 dari Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) UI dengan IPK 3.94 dan predikat cumlaude yang ditempuh dalam waktu 2 tahun 9 bulan.
Penulis: M. Badar
Editor: HTW
Tonton video: