Dunia kedokteran di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Satu per satu praktik cabul yang dilakukan dokter di ruang praktik terungkap.
Bacaini.ID, KEDIRI – Tahun 2025 menjadi lembaran hitam bagi dunia kedokteran tanah air. Belum reda keterkejutan masyarakat atas praktik cabul yang dilakukan dokter Priguna Anugerah di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, kasus serupa terjadi di sebuah klinik di Garut. Kali ini pelakunya adalah dokter spesialis kandungan (SPOG) yang melecehkan ibu hamil sebagai pasiennya.
Untuk mengingatkan kembali, kasus pertama dilakukan oleh Priguna Anugerah, seorang dokter anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjajaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat.
Priguna Anugerah memerkosa keluarga pasien pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS. Pada saat itu, pelaku meminta korban untuk menjalani crossmatch, yakni tindakan untuk mencocokkan jenis golongan darah yang akan ditransfusikan kepada ayahnya yang membutuhkan tranfusi.
Korban diinfus dengan obat bius hingga tak sadarkan diri. Setelah siuman, dia merasakan nyeri di bagian tangan akibat infus dan area kemaluan. Korban akhirnya menjalani visum dan hasilnya terdapat cairan sperma di area kemaluan.
Kasus kedua terjadi di Garut, dengan pelaku seorang dokter spesialis kandungan (SPOG). Dokter berinisial I tersebut diketahui melecehkan pasien saat melakukan pemeriksaan USG kepada ibu hamil.
Pemilik klinik, Dewi Sri Fitriani, mengatakan dirinya telah menerima banyak aduan dari pasien atas aksi pelecehan seksual yang dilakukan dokter I, sebelum kasus ini ramai. Untuk memantau perbuatan dokternya, pemilik klinik memasang CCTV di ruang periksa.
Hasilnya, diketahui dokter I benar-benar melakukan pelecehan seksual kepada pasiennya saat pemeriksaan USG. Dari rekaman kamera pengawas diketahui dokter I sengaja meraba dada pasiennya.
Saat ini pemilik klinik menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada polisi untuk mengusut. Dewi juga memastikan jika dokter tersebut tidak lagi praktik di tempatnya.
Fenomena Gunung Es
Terungkapnya praktik dokter cabul tersebut diketahui berawal dari postingan di media sosial. Setelah ramai diperbincangkan, polisi dan pihak terkait bergerak melakukan penyelidikan.
Fenomena ini menimbulkan dugaan jika praktik cabul yang dilakukan tenaga kesehatan cukup banyak. Seperti halnya korban kekerasan seksual pada umumnya, pasien akan cenderung menutup rapat peristiwa yang dialami. Sehingga tidak diketahui pasti berapa jumlah pasien yang pernah mengalami pelecehan seksual di balik ruang praktik.
Himbauan IDI
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia jauh-jauh hari telah menduga fenomena ini akan terjadi. Karenanya lembaga tersebut Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanan Kode Etik dalam wadah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Ruang cabul” itu diatur dalam Bab tentang Kewajiban Dokter Terhadap Pasien. Pasal 10 dalam penjelasan tentang SIKAP, diatur tentang perilaku dokter saat melakukan pemeriksaan terhadap pasien.
Ketentuan itu mengatur tentang wajib adanya orang ketiga saat pemeriksaan berlangsung. Orang ketiga ini bisa petugas kesehatan yang membantu pemeriksaan atau keluarga pasien. Keberadaan orang ketiga ini akan melindungi kedua belah pihak, baik dokter maupun pasien.
Bagi dokter, keberadaan pihak ketiga akan melindungi dari potensi pemerasan yang berakibat fatal bagi dokter. Sedangkan bagi pasien, keberadaan keluarga akan menghindari perbuatan tidak senonoh selama pemeriksaan berlangsung.
Bagi dokter yang melanggar ketentuan di atas, keberpihakan IDI sebagai organisasi profesi yang membawahi seluruh dokter di Indonesia sangat penting. Jangan sampai IDI melindungi oknum dokter atas nama kehormatan korps dan solidaritas.
Penulis: Hari Tri Wasono