Perpres 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mengatur KRIS (Kelas Rawat Inap Standar), dengan ruang perawatan mengarah ke satu ruang perawatan, maksimal 4 tempat tidur dan 12 kriteria ruangan.
Pelaksanaan KRIS dilakukan secara bertahap hingga 30 Juni 2025. Selama proses pentahapan ini pelayanan klas 1, 2 dan 3 di rumah sakit masih berjalan. Pengenaan iuran dan pelaksanaan teknis KRIS akan diatur lagi dalam Permenkes.
Perpres 59 memang tidak ditemukan ayat yang menyatakan penghapusan klas 1, 2 dan 3. Namun per 1 Juli 2025 akan diterapkan KRIS dengan 1 ruang perawatan maksimal 4 tempat tidur. Artinya klas 1, 2 dan 3 akan dihapus.
Selama ini pemerintah menarasikan KRIS sebagai satu ruang perawatan dengan maksimal 4 tempat tidur. Skema ini yang kemungkinan besar akan diterapkan.
Menurut saya pelaksanaan KRIS akan menjadi masalah bagi peserta JKN dan menjadi kontraproduktif. Beberapa alasan yang dibangun adalah :
1. Pelaksanaan Klas Rawat Inap Standar (KRIS) berpotensi menghambat akses peserta JKN pada ruang perawatan. Pelaksanaan KRIS akan merujuk pada PP no. 47 tahun 2021, dimana pasal 18 PP tersebut disebutkan RS swasta dapat mengalokasikan ruang perawatan KRIS minimal 40 persen dari total yang ada. Sedangkan RS pemerintah minimal mengalokasikan 60 persen.
Bila sebuah RS swasta mengalokasikan 50 persen, maka telah memenuhi PP no. 47 tersebut. Sehingga sisanya sebesar 50 persen diperuntukkan pasien umum.
Demikian juga bila RS pemerintah mengalokasikan 80 persen kamar mereka untuk KRIS, maka 20 persen untuk perawatan pasien umum.
Ini artinya terjadi pembatasan akses bagi peserta JKN ke ruang perawatan saat berobat di RS. Saat ini saja, dimana ruang perawatan klas 1, 2 dan 3 diperuntukkan seluruhnya untuk pasien JKN, masih terjadi kesulitan mengakses ruang perawatan. Apalagi jika diterapkan skema KRIS. Akan terjadi ketidakpuasan layanan JKN dari peserta JKN.
2. Iuran peserta Mandiri akan menjadi satu (single tarif) karena satu ruang perawatan, sehingga iuran klas 1 dan 2 akan turun. Sementara klas 3 akan naik. Kisaran iuran tunggal KRIS bagi peserta mandiri adalah rentang iuran klas 3 dan klas 2 yang saat ini berjalan. Diperkirakan sebesar Rp.70.000, dan masih akan dihitung secara aktuaria.
Bagi klas 1 dan 2 akan membayar lebih rendah sehingga menurunkan potensi penerimaan iuran JKN. Sementara klas 3 yang naik akan berpotensi meningkatkan peserta yang menunggak.
Selain itu, penghapusan iuran klas 1, 2 dan 3 akan mengikis semangat gotong royong.
3. Akan terjadi ketidakpuasan peserta penerima upah swasta dan pemerintah yang selama ini menikmati perawatan di klas 1 dan 2, dimana satu kamar hanya dihuni 2-3 tempat tidur.
4. RS swasta akan mengalami kesulitan modal untuk merenovasi ruang perawatan sesuai KRIS. Ini berbeda dengan RS pemerintah yang tinggal menunggu alokasi APBN atau APBD. Kecuali pemerintah memberikan pinjaman tanpa bunga kepada RS swasta untuk merenovasi ruang perawatannya.
Sebelum lahirnya Perpres 59 ini, kami sudah meminta pemerintah melibatkan masyarakat peserta JKN dalam pembuatan regulasi KRIS. Namun faktanya pemerintah jalan sendiri. Tidak ada uji publik atas pembuatan regulasi KRIS. Seharusnya pemerintah menempatkan masyarakat sebagai subyek yang harus didengar masukannya.
Kami sudah meminta pemerintah mengkaji ulang KRIS dengan melakukan standarisasi ruang perawatan klas 1, 2 dan 3. Bukan membuat KRIS menjadi satu ruang perawatan.
Saat ini KRIS sudah diregulasikan di Perpres 59 tahun 2024. Karena itu pemerintah (Kemenkes dan Dinkes) serta BPJS Kesehatan harus memiliki program untuk memastikan peserta JKN mendapat kemudahan dalam mengakses ruang perawatan.
Tidak boleh ada lagi peserta JKN mengalami kesulitan mengakses ruang perawatan, hingga terpaksa menjadi pasien umum yang membayar sendiri.
Jika terpaksa menolak pasien karena kamar perawatan benar-benar penuh, pemerintah (Kemenkes dan dinkes) serta BPJS Kesehatan harus segera mencarikan rumah sakit yang mampu merawat. Pemerintah dan BPJS Kesehatan juga wajib merujuk ke rumah sakit tersebut, dengan fasilitas ambulan yang dibiayai JKN. Jangan biarkan pasien JKN atau keluarganya yang mencari sendiri tempat perawatan. Ini yang tidak diatur dalam Perpres 59.
Saya berharap Permenkes KRIS nanti akan menyebutkan klausula tersebut secara eksplisit. Sehingga pemerintah dan BPJS Kesehatan benar-benar menjamin pasien JKN mengakses ruang perawatan KRIS.
Penulis: Arief Supriyono ST.,SH.,SE.,MM*
*) Ketua BPJS WATCH