Bacaini.ID, KEDIRI – Suatu hari dalam sebuah momen wawancara pada pertengahan 1991, Dr Sjahrir bicara soal mahasiswa.
Ia bandingkan dengan eranya. Era Imada (Ikatan Mahasiswa Jakarta). Era tagline Buku, Pesta, dan Cinta mengudara, jadi kredo life style gerakan mahasiswa.
Para aktivis mahasiswa di jaman Sjahrir bukan hanya menggeluti politik, menggulati diskusi, pemikiran, kritik oto kritik dan demonstrasi.
Tapi juga bergembira ria di atas lantai dansa. Menikmati asyiknya bermain sepatu roda.
Intinya, kata Sjahrir yang akrab disapa Ciil, mahasiswa di eranya betul-betul full life as a university student.
“Kalau mahasiswa sekarang cintanya mungkin ada, tapi bukunya saya nggak tahu, dan pestanya bagaimana saya nggak tahu,” kata Sjahrir dikutip dari buku Para Tokoh Angkat Bicara (1995).
Lahir di Kudus Jawa Tengah 24 Februari 1945, Sjahrir merupakan salah satu tokoh dalam peristiwa demonstrasi tahun 1966.
Pada tahun 1970 Sjahrir memimpin demonstrasi Mahasiswa Menggugat yang tergabung dalam Komite Anti Korupsi.
Bersama Hariman Siregar, Yap Thian Hien, Mochtar Lubis, Adnan Buyung Nasution, Rahman Tolleng, ia ditangkap dalam peristiwa Malari 1974 (Malapetaka Lima Belas Januari).
Semua dibebaskan setelah menjalani penahanan dengan waktu yang bervariasi. Kecuali Hariman Sregar dan Sjahrir. Keduanya disidangkan.
Sjahrir divonis 6 tahun penjara. Berjalan 3 tahun, 10 bulan lebih 3 hari, kawan diskusi Soe Hok Gie ini dibebaskan dalam periode kasasi.
Menurut Sjahrir, dibanding eranya, tantangan mahasiswa kekinian jauh lebih berat, utamanya menyangkut kultur akademia, cara bergaul dan lain sebagainya.
Ia menyebut mahasiswa kekinian terlalu terpaku pada situasi ‘kekinian’.
Misalnya masuk jurusan akuntansi di fakultas ekonomi. Yang dipikirkan, kantor akuntan mana yang nanti merekrutnya.
Kalau ikut kegiatan olah raga, yang dipikirkan bisa pergi ke mana saja, dibanding tempat lain mana fasilitasnya yang lebih baik.
“Nah, keterpakuan pada ‘kekinian’ ini yang terjadi,” kata Sjahrir.
Sementara saat Sjahrir masuk fakultas ekonomi di UI, dirinya tidak pernah berfikir mau jadi apa, mau ambil jurusan apa.
Menurut dia keterpakuan pada ‘kekinian’ bisa dilampui melalui wawasan, gagasan, kemampuan, menguji dan refleksi.
Pada 28 Juli 2025 lalu Yayasan Padi Kapas Indonesia diluncurkan di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta.
Hadir sejumlah tokoh penting, di antaranya Luhut Binsar Pandjaitan, Pandu Sjahrir dan Rosan Roeslani, juga Rocky Gerung.
Peluncuran Yayasan Padi Kapas Indonesia bentuk penghormatan kepada Dr Sjahrir sekaligus melanjutkan warisan pemikirannya.
Dr Sjahrir tutup usia pada 28 Juli 2008 dengan meninggalkan istri dan 2 anak.
Penulis: Solichan Arif