Bacaini.id, KEDIRI – Berdagang adalah profesi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dan banyak ditiru umat Muslim di dunia. Namun bagaimana jika usaha dagang yang dilakukan justru terus merugi.
Dikisahkan seorang petani di Bandung bernama Asep sedang mempersiapkan lahan sayur mayurnya. Tanamannya tumbuh subur dan sehat. “Insha Allah pas ramadan nanti bisa dipanen, lumayan untuk bekal lebaran,” pikirnya.
Mendekati bulan ramadan, Asep makin berharap. Setiap hari tanaman sayur mayurnya tumbuh subur. Dia sudah membayangkan keuntungan yang akan diperoleh saat menjualnya ke tengkulak nanti.
Saat rejeki sudah di depan mata, situasi berubah. Pandemi Covid-19 melanda seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Kegiatan perekonomian lumpuh, termasuk perdagangan sayur mayur. Asep benar-benar terpukul.
Di tengah kegalauannya, dia didatangi seorang tengkulak. Tengkulak itu menawarkan jasa untuk membeli semua hasil panen Asep dengan nilai Rp1,5 juta. Asep makin terpukul mengingat biaya produksi yang sudah dia keluarkan mencapai Rp3 juta. Asep memutuskan menolak tawaran itu, dan berharap situasi akan membaik.
Memasuki bulan ramadan situasi tak kunjung membaik. Pemerintah justru menetapkan pembatasan kegiatan masyarakat, yang berimbas pada distribusi sayur mayur. Peluang Asep untuk menjual sayur mayurnya dengan harga tinggi makin menipis.
Dalam situasi resah, tengkulak itu kembali mendatangi rumahnya. Dia menawarkan membeli semua hasil panen Asep dengan harga sama Rp1,5 juta. “Semua jalur penjualan sudah ditutup, ini saya hanya kasihan pada bapak,” rayu tengkulak itu.
Asep kembali diam. Namun kali ini dia meminta waktu satu hari untuk berpikir.
Keesokan paginya Asep keluar rumah menuju lahannya. Matanya takjub. Belum pernah dia melihat hasil panen sebagus itu. Sayur mayurnya tumbuh begitu sempurna, melebihi hasil panen tahun sebelumnya. Namun lagi-lagi Asep mengeluh karena di saat yang sama harga jual sayurnya justru jeblok.
Asep merenung. Sesaat kemudian wajahnya kembali memandang sayur mayurnya dan berkata, “Ya Allah, tidak ada satupun makhluk-Mu saat ini yang bisa membantuku. Hari ini saya putuskan untuk berhenti bertransaksi dengan manusia, dan hanya akan bertransaksi dengan-Mu, Ya Allah”.
Setelah berkata seperti itu, Asep pulang menemui istrinya. Dia mengajak seluruh keluarganya untuk memanen sayurnya. Hasil panennya sangat banyak. Asep lantas mengirim satu gerobak sayur ke Puskesmas yang merawat pasien Covid-19, satu gerobak ke Kantor Kelurahan yang menjadi lokasi isolasi, dan satu gerobak untuk dibagikan kepada tetangganya.
Hari itu seluruh penduduk dan pasien memakan hasil sayur Asep. Dia telah mengikhlaskan seluruh hasil panennya untuk membantu masyarakat karena Allah semata.
Setelah berbuka puasa bersama keluarga, Asep pergi tarawih. Dia tidak memikirkan lagi hasil panen dan uang yang hilang di depan mata. Hingga Asep kembali pulang ke rumah pukul 20.00 WIB.
Saat memeriksa telepon, sebuah pesan singkat masuk dari seseorang yang tidak dia kenal. “Assalamualaikum, Pak Asep perkenalkan saya Rifai. Saya mendengar hari ini Pak Asep membagikan banyak sekali sayur mayur untuk membantu masyarakat. Karena itu izinkan saya menitipkan sedikit uang untuk Bapak menanam kembali sayur mayur. Mohon kiranya Pak Asep sudi mengirimkan nomor rekening,” begitu bunyi pesannya.
Meski sudah mengikhlaskan, Asep iseng mengirim nomor rekening kepada orang itu. Tidak sampai 10 menit pesan singkat kembali masuk. Orang itu meminta Asep memeriksa rekeningnya untuk memastikan uang yang dikirim sudah masuk.
Asep pergi ke ATM, dan mendapati isi saldonya bertambah Rp10 juta. Asep menangis. Dia tak percaya jika keputusannya untuk bertransaksi dengan Allah SWT begitu cepat mendapatkan keuntungan. Nilai tersebut jauh di atas penawaran tengkulak, serta biaya yang dikeluarkan untuk menanam.
Dengan uang itu Asep kembali mendapatkan modal untuk bercocok tanam. Dia selalu menyisihkan sebagian hasil panennya untuk diberikan kepada orang lain. Subhanallah.
Penulis: HTW
Sumber: disarikan dari khutbah Masjid Al Ikhlas Kediri
Tonton video: