Bacaini.id, KEDIRI – Penemuan benda purbakala yang menggegerkan warga Dusun Kranggan, Desa Nambaan, Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri ternyata bukan penemuan baru. Benda berbentuk kepala Kala itu sudah teregistrasi di BPCB Provinsi Jawa Timur.
Kasi Museum dan Purbakala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, Eko Priyanto melakukan pengecekan di lokasi aliran sungai Kalasan tempat benda purbakala ditemukan.
“Sebenarnya sudah pernah ditemukan sebelumnya, ada tiga artefak termasuk arca Kala dan masing-masing sudah memiliki nomor registrasi KDR 09-011,” kata Eko di lokasi temuan, Senin, 8 November 2021.
Menurutnya, benda purbakala itu sudah ditemukan sejak tahun 1996. Diduga terseret derasnya aliran sungai yang membuat posisinya terbalik sehingga masyarakat mengira benda itu hanyalah bongkahan batu biasa.
Namun, ketika warga setempat melakukan normalisasi sungai sekaligus hendak memindahkan batu tersebut menggunakan alat berat, baru diketahui jika batu tersebut berbentuk kepala Kala. “Mungkin karena waktu diangkat akhirnya terbalik jadi baru kelihatan,” imbuhnya.
Baca ini 150 Hektar Hutan Lindung di Hulu Sungai Brantas Lenyap
Untuk menghargai kearifan masyarakat setempat, selama ini benda purbakala termasuk arca Kala berukuran 170×100 cm itu tidak disemayamkan di tempat baru yang lebih layak. Karena batu tersebut dianggap sakral.
Mereka mempercayai akan adanya balak jika ketiga artefak itu dipindahkan. Arca Kala itu saat ini diletakkan di sebelah arca Kala dengan ukuran lebih kecil yang disebut pentul oleh masyarakat setempat.
“Masyarakat Desa Nambaan khususnya, memiliki keterkaitan emosional dengan benda tersebut. Ada pantangan yang dipercaya, jadi dari dulu masih ada di sini, tidak kami pindahkan,” terangnya.
Dikatakan Eko, benda purbakala tersebut merupakan peninggalan dari era Kerajaan Kadiri sekitar abad 12. Bisa dikatakan kepala Kala yang ditemukan cukup unik dan tidak seperti pada umumnya.
Kepala Kala tersebut berwarna merah, sedangkan pada umumnya batu andesit berwarna hitam keabu-abuan. Dulu arca Kala biasanya dipasang di ambang pintu dan secara simbolis dipercaya untuk menetralisir balak.
“Maka dari itu, momentum revitalisasi sungai ini menjadi momen yang tepat untuk berkomunikasi dengan tokoh adat di Desa Nambaan. Agar ada pembicaraan lebih lanjut untuk memindahkan temuan ini ke tempat yang lebih layak,” ujar Eko.
Kepala Dusun Kranggan, Supriadi mengatakan lokasi temuan benda purbakala tersebut memang disakralkan masyarakat karena terdapat benda peninggalan kerajaan kuno yang disebut batu pentul.
“Menurut cerita para sepuh, dulu setiap malam tertentu terdengar suara tabuh jaranan yang asalnya dari lokasi batu pentul itu. Belum lama juga ada kejadian satu warga yang mendengar suara itu selama 4 hari berturut-turut,” jelas Supriadi.
Bahkan, ketika akan diadakan pagelaran seni jaranan, satu hari sebelumnya pihak yang bersangkutan selalu meletakkan sesajen di atas batu itu. Begitu juga dengan masyarakat setempat yang akan menggelar hajatan.
“Selanjutnya bagaimana kita akan memperlakukan benda purbakala itu, kita butuh rembukan dengan sesepuh desa dulu,” pungkasnya.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
tonton video: