Letusan Gunung Kelud tujuh tahun silam tak hanya meninggalkan material vulkanik. Sejumlah mitos berkembang di masyarakat sejak letusan 13 Februari 2014 hingga sekarang.
Bacaini.id merangkum beberapa mitos terkait Gunung Kelud yang dipercaya masyarakat memiliki hubungan erat dengan kisah asmara Mahesasura dan Dewi Kilisuci. Mitos itu dipercaya turun temurun oleh penduduk di kaki Gunung Kelud sampai saat ini.
Sebagai gunung kuno di Pulau Jawa, Gunung Kelud memiliki segudang cerita yang logis hingga tak masuk akal. Salah satunya adalah kisah romansa Dewi Kili Suci dan Mahesasura yang tercatat di sejumlah dokumen lawas.
Legenda ini menceritakan kemarahan Mahesasura yang merupakan manusia berkepala kerbau kepada Dewi Kili Suci karena ditolak cintanya. Konon Dewi Kilisuci menyebut satu syarat kepada Mahesasura. Jika syarat tersebut dipenuhi maka cinta manusia berkepala lembu itu akan diterimanya.
Dewi Kilisuci meminta Mahesasura membuat sumur sebagai syarat yang diajukan untuk menerima pinangannya. Tak disangka, Mahesasura dijebak sehingga jatuh ke dalam sumur dan ditutup bebatuan hingga menggunung. Tumpukan itulah yang menjadi awal mula munculnya Gunung Kelud.
Budayawan di Kota Kediri, Imam Mubarok Muslim membenarkan legenda itu. Menurut dia, masyarakat mempercayai bahwa letusan Gunung Kelud sebagai tanda kemarahan Mahesasura.
“Legenda itu sudah sejak lama menjadi kepercayaan masyarakat, yang terkenal dengan dendam Lembu Suro. Ketika Gunung Kelud meletus, masyarakat Kediri akan menjadi korban kemarahannya karena dia memburu Putri Kediri,” terang Mubarok kepada Bacaini.id, Minggu 14 Februari 2021.
Legenda itu kemudian dikaitkan dengan cerita lain oleh warga. Seperti wilayah Kediri yang dijaga oleh keturunan Kerajaan Daha, sehingga semarah Lembu Suro tak mampu melukai warga Kediri.
Keyakinan itu semakin nyata ketika letusan Gunung Kelud tahun 2014 silam tak banyak menelan korban jiwa. Padahal letusan tersebut termasuk sangat besar hingga menghancurkan ribuan rumah di Kediri, Malang, dan Blitar, serta melumpuhkan jalur transportasi darat dan udara.
Berbeda dengan letusan dahsyat yang terjadi tahun 1919, dimana terdapat lebih dari 5.000 jiwa meninggal dunia, letusan tujuh tahun silam hanya merenggut 3 nyawa. Masyarakat Kediri mempercayai adanya perlindungan dari keturunan Kerajaan Daha yang tidak akan membiarkan kemarahan Lembu Suro merenggut banyak nyawa.
Kepercayaan tersebut berkembang hingga muncullah ritual yang dilakukan masyarakat sekitar Gunung Kelud berupa larung sesaji. Setiap tahun masyarakat selalu mengadakan larung sesaji tepatnya di bulan Suro. Upacara adat itu dilakukan di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.
“Upacara adat sebagai kearifan lokal selain dipercaya sebagai tolak balak, juga bagian dari kepercayaan mereka kepada Gusti. Bahwa kita semua makhluk harus hidup berdampingan, harus ada komunikasi. Kalau dirunut sejarahnya, Gunung Kelud salah satu gunung yang menjadi Kerajaan Jin. Sah-sah saja, karena ritual dilakukan dengan doa kepada Tuhan untuk keselamatan,” papar Mubarok.
Mitos lain yang juga dipercaya masyarakat di lereng Gunung Kelud adalah Wage Keramat, yang menjadi pengingat masyarakat sekitar bahwa Gunung Kelud selalu meletus tepat pada hari Jumat dan Pasaran Wage (hari Jawa).
Tercatat Gunung Kelud meletus pertama kali pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966, 1990, 2007 (muncul anak Kelud) dan terakhir pada 13 Februari 2014 lalu. Tepat tujuh tahun yang lalu yang juga jatuh pada Kamis Kliwon malam Jumat Wage, juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
“Istilahnya itu jadi titen-titen saja bahwa setiap kali meletus selalu pada Jumat Wage, sehingga memunculkan mitos Wage Keramat,” tutup dosen Institut Agama Islam Tribakti Kediri ini.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW