KEDIRI – Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kota Kediri menggelar diskusi pembacaan relief Goa Selomangleng. Relief tersebut menunjukkan banyak sekali kisah tentang lanskap yang kini menjadi wilayah Kota Kediri.
Menghadirkan arkeolog Dwi Cahyono, Disbudparpora Kota Kediri menggelar kajian koleksi Museum Airlangga Kota Kediri bertemakan Jambangan Batu dan Relief Goa Selomangleng. Berdasarkan cerita rakyat, Goa Selomangleng dulunya diyakini sebagai tempat pertapaan Dewi Kilisuci (Sanggramawijaya Tunggadewi), Putri Mahkota Raja Airlangga (Kerajaan Kahuripan).
Hingga kini tidak banyak yang tahu jika di dalam goa tersebut terdapat sebuah relief yang menjelaskan keberadaan pemakaman terbuka jaman dulu. “Relief goa ini dipahat diatas batu breksi vulkanik yang sangat keras, lebih keras dari batu andesit. Sebagaimana penafsiran relief yang ada, kemungkinan dipakai lintas generasi,” kata Dwi Cahyono.
Berdasarkan relief Goa Selomangleng, goa ini merupakan goa buatan untuk bertapa. Hal ini bisa dilihat dari namanya yaitu selomangleng, berasal dari kata “selo” (batu) dan “leng” (lubang). Ada relief bertuliskan anagram berangka tahun 1353 Saka (1431 Masehi). Sementara itu, ada pula penafsiran bahwa goa itu dibuat tahun 988 tahun Saka.
Di relief tersebut terdapat banyak sekali kisah, termasuk adanya peta tentang lanskap yang kini menjadi wilayah Kota Kediri.
Hal yang tak kalah menarik, bahwa Dwi menafsirkan adanya pemakaman terbuka yang terukir di goa ini. “Jadi dulu di sini, ada pemakaman terbuka (open burial) yang ditunjukkan adanya relief tengkorak dan badan yang tinggal rangka di bagian dada. Hanya titiknya ada di mana, kita masih akan observasi,” tambah Dwi.
Sementara itu terkait koleksi jambangan yang ada di Museum Airlangga, Dwi Cahyono mengatakan jambangan tersebut adalah satu-satunya jambangan batu yang memiliki banyak ukiran yang pernah ditemukan.
Kasi Kepurbakalaan Museum Airlangga, Indah Setiyowati mengatakan, seminar ini diadakan untuk memberikan informasi dan literasi tentang sejarah Goa Selomangleng. “Selama ini kami memang belum punya sejarah gua yang detail,” kata Indah Setyowati. (ADV)