Lahir di Dusun Ngasinan, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Kota, jejak rekam Mohammad Syifa patut diacungi jempol. Warga Kota Kediri ini memegang peran penting sebagai Communication Officer AHA Centre, organisasi ASEAN yang menangani bencana dan krisis kemanusiaan internasional.
Keterlibatan Syifa di ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) memberinya banyak pengetahuan tentang penanganan bencana dan krisis kemanusiaan di beberapa negara, termasuk Indonesia.
“AHA Centre menjadi koordinator dalam memberikan bantuan kepada 10 negara anggota ASEAN yang mengalami bencana,” kata Syifa saat berkunjung ke kantor Redaksi Bacaini.id akhir pekan ini.
Salah satu tugas Syifa sebagai comunication officer adalah melakukan komunikasi dengan negara yang membutuhkan bantuan, sekaligus dengan negara penyalur bantuan (donor). Terakhir organisasi ini terlibat penyaluran bantuan kepada Filipina yang diterjang badai Goni pada awal November 2020 kemarin.
Syifa mengisahkan pemberian bantuan kepada negara-negara ini tak sesederhana yang tampak. Ada banyak prosedur yang harus dilalui AHA Centre meski hendak memberikan bantuan. Apalagi tiap negara memiliki yurisdiksi masing-masing dalam menerima bantuan dari luar. Tugas itulah yang diemban Syifa sebagai communication officer.
Selain bencana alam, AHA Centre juga berperan dalam misi kemanusiaan saat terjadi krisis di Myanmar dalam konflik Rohingya. Di sana AHA Centre fokus memberikan bantuan kepada pengungsi tanpa menyinggung sisi konflik yang terjadi. “Bagaimana kebutuhan mereka di pengungsian bisa tercukupi, seperti makanan dan peralatan harian,” kata Syifa.
Pada masa pandemi Covid 19 ini, AHA Centre mendapat mandat dari 10 negara ASEAN untuk memberikan bantuan kepada negara yang terdampak. Dalam kondisi tertentu, pandemi Covid 19 dimasukkan dalam kategori bencana alam karena memilki dampak luar biasa. Peran yang dilakukan AHA Centre adalah mengirimkan peralatan medis seperti masker dan APD. “Kita baru saja mengirimkan peralatan medis ke Manila untuk penanganan Covid 19,” ujar Syifa.
Saat ini organisasi tersebut juga sedang melakukan pemantauan terhadap letusan Gunung Semeru di Lumajang, terutama pada kondisi pengungsi. Selain kecukupan pangan dan kebutuhan pokok mereka, para pengungsi juga harus dikawal dari potensi penyebaran Covid 19 agar tidak menjadi klaster baru.
Meski cukup berat, Syifa mengaku sangat menikmati pekerjaan ini. Apalagi sebelumnya dia juga pernah terlibat kerjasama dengan United States Agency for International Development (USAID). Syifa ikut berkontribusi dalam proyek Sustainable Higher Education Research Alliances (SHERA) yang mendanai penelitian di kampus-kampus Indonesia.
Petualangan di organisasi internasional itu diawali Syifa saat menempuh pendidikan di Ohio Unibersity dengan program studi Communication and Development. Pendidikan itu masih nyambung dengan ilmunya saat menempuh kuliah Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Di Kediri, Syifa menuntaskan pendidikan atas sebagai alumnus SMAN 2 Kota Kediri.
Kemampuan komunikasi ini sempat dimanfaatkan untuk bekerja sebagai wartawan di Harian Radar Kediri (Jawa Pos Grup) selama beberapa tahun. Syifa sempat menikmati menjadi wartawan dan memberinya banyak pengalaman dalam berinteraksi. “Pengalaman itu sangat mendukung pekerjaan saya saat ini,” katanya.
Kemampuan itu juga ditempa saat bergabung dengan sebuah LSM di Bali yang bergerak memberikan pendampingan pada sektor perikanan Indonesia. Di program ini Syifa bertugas melakukan pendampingan kepada nelayan-nelayan kecil di 11 lokasi di pulau-pulau terpencil Indonesia timur.
Kini Syifa menuai hasil kerja kerasnya. Pengalamannya yang panjang mengantarkanya pada petualangan lebih besar di organisasi ASEAN. Dia juga terbiasa bekerja dengan standar protokol dan budaya kerja asing.
“Dalam dunia kami, semua jalur birokrasi dipangkas. Pekerjaan bisa dilakukan tanpa harus bertatap muka sehingga lebih efektif dan cepat,” pungkasnya.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW