Mereka kerap dianggap sebagai guru setengah karena mengajar anak putus sekolah.
“Pendidikan adalah hal yang penting, lebih penting dari ijazah,” kata Mimik Rosianawati Hidayati. Mimik tak main-main dengan ucapannya. Dia juga bukan orang awam di dunia pendidikan. Mimik adalah pengajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sunan Kalijaga sejak 13 tahun silam.
Sebuah lembaga pendidikan non formal yang memberi kesempatan kepada masyarakat putus sekolah untuk memperoleh ijazah. Masyarakat kerap menyebutnya dengan Kejar Paket.
Lembaga ini berada di Kelurahan Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Di tempat ini Mimik mengajar kelompok Kejar Paket B, setara dengan sekolah menengah pertama.
Mengajar di sekolah formal dengan lembaga yang dikelola secara non profit tentu berbeda. Di sini tugas pengajar tak sekedar memberi pelajaran, tetapi meyakinkan peserta didik untuk mau menyelesaikan pendidikan yang sempat terputus. Tentu saja ini bukan pekerjaan ringan seperti mengajar di sekolah.
“Harus dengan pendekatan karena ada yang mereka dari keluarga broken home, trauma dibully di sekolah, dan banyak lagi, semuanya kami tampung untuk kami didik,” kata Mimik kepada Bacaini.id saat berkunjung di PKBM Sunan Kalijaga, Kamis, 26 November 2020.
Mimik menuturkan hingga saat ini masyarakat masih salah dalam mengartikan pendidikan, terutama yang dilakukan PKBM. Lembaga ini kerap distigma sebagai tempat mencari ijazah dengan instan untuk keperluan bekerja.
Mencari ijazah secara instan di PKBM adalah kesalahan besar, karena di sana para murid ditempa dengan keilmuan sama dengan anak-anak di sekolah formal. Hanya saja perlakuan yang diterapkan berbeda mengingat latar belakang siswa yang berbeda.
Seperti trauma terhadap pertemanan, broken home dan beberapa trauma lain. “Kalau untuk muridnya sebenarnya sama cerdasnya dengan sekolah formal,” ucapnya.
Secara teknis pendidikan yang diberikan juga menyesuaikan situasi. Para pengajar juga dituntut memberi materi pelajaran dengan menarik agar mempertahankan semangat belajar siswa.
Salah satunya dengan mempraktekkan materi pelajaran, seperti membuat pantun sendiri saat belajar tentang sastra. Pantun itu ditulis di atas kertas warna warni, dan dipajang di dinding ruang belajar.
Di ruang belajar yang tak terlalu besar, sekitar 4×5 meter persegi, Mimik menghabiskan waktu dan tenaganya untuk mendidik anak putus sekolah. Tempat ini memang tidak megah. Tetapi menjadi harapan besar anak-anak putus sekolah untuk meraih masa depan.
Hebatnya, pekerjaan itu dia lakukan di luar kewajiban mengajar di sekolah. Bersama 14 pengajar lainnya, Mimik tercatat sebagai guru berstatus honorer di sejumlah sekolah. “Jangan tanya pendapatan di sini. Tempat ini murni untuk pengabdian,” kata Mimik.
Ungkapan itu bukan omong kosong. Mimik telah mengabdi untuk anak-anak ini sejak tahun 2007 dan bertahan hingga sekarang. Jika tidak cinta, sudah pasti Mimik meninggalkan tempat itu dan mencari profesi lain.
Satu-satunya kebanggan yang mereka peroleh dari tempat ini adalah ketika anak didiknya bisa menyelesaikan pendidikan kejar paket dan memperoleh pekerjaan layak dengan ijazah yang dikantongi. Tak sedikit dari anak didik Mimik yang saat ini menjadi pegawai negeri sipil di Pemkot Kediri.
Saat ini PKBM Sunan Kalijaga telah mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional (BAN). Pengakuan ini adalah bukti bahwa kemampuan siswa mereka tidak kalah dengan siswa di sekolah formal.
Penulis: Karebet
Editor: HTW