Bacaini.ID, KEDIRI – Salah satu masyayikh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur yang kesohor sampai kini adalah KH Mahrus Ali.
Mbah Mahrus begitu biasa disapa merupakan kiai yang unik. Meski dikenal sebagai ulama tradisional, ia memiliki pergaulan yang luwes.
Mampu berkomunikasi dengan siapa saja. Juga mempunyai toleransi yang tinggi. Itu yang membuat tamu-tamunya selalu kerasan dan bersimpati.
Karena toleransi yang tinggi itu, Kiai Mahrus Ali pernah mendapat kritik tajam dari sekelompok masyarakat melalui media massa.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 1983. Mbah Mahrus menerima kunjungan Panglima ABRI (Sekarang Panglima TNI) L.B Moerdani ke Ponpes Lirboyo Kediri.
Keduanya berjabat tangan erat dan berpelukan hangat. Foto pelukan hangat itu disclose up dan muncul di media massa.
Beragam tuduhan melalui rubrik surat pembaca mengalir dari mana-mana. Ada yang hanya bertanya dan menyayangkan. Tidak sedikit yang menyerang.
Apa reaksi Mbah Mahrus? Tersenyum. Mbah Mahrus tidak mereaksi balik dengan kemarahan. Sikapnya teduh.
“Ah, biarkan saja. Mereka kan tidak tahu yang sedang saya lakukan. Lagi pula, mereka paling-paling juga orang yang memang tidak senang dengan NU,” kata Mbah Mahrus seperti dikutip dari buku Karisma Ulama, Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU (1998).
Mbah Mahrus merupakan salah satu anggota Musytasyar PBNU sejak Muktamar NU ke-27 di Situbondo Jawa Timur.
Satu dari 4 kiai penting yang menskenariokan pembenahan di tubuh Nahdlatul Ulama (NU). Peristiwa itu terjadi menjelang digelarnya Muktamar NU ke-27 di Situbondo.
Pada 1953-1958 Mbah Mahrus menjabat Rois Syuriah PCNU Kota Kediri. Aktif menghidupkan organisasi dan kegiatan NU mulai ranting hingga wilayah.
Kiprah Mbah Mahrus dalam jam’iyah NU dimulai menjelang Muktamar NU tahun 1945. Pada Muktamar 21-22 Oktober 1945 itu lahir Resolusi Jihad.
Pada peristiwa 10 November 1945, Mbah Mahrus memimpin langsung 97 santri Lirboyo Kediri untuk diberangkatkan ke Surabaya.
“Kemerdekaan ini harus kita pertahankan sampai titik darah penghabisan! Pesantren Lirboyo siap mengirim pasukan,” tegas Mbah Mahrus.
Empat delegasi Lirboyo bergabung dengan Batalion 508 (Batalion Gelatik) di bawah komando Mayor Mahfudz. Batalion Gelatik merupakan cikal bakal Kodam VII Brawijaya (Kini Kodam V).
Kodam V Brawijaya resmi berdiri pada 17 Desember 1948 dengan komandan pertama Kolonel Sungkono. Sementara KH Mahrus Ali Lirboyo didaulat menjadi penasihat.
Di NU Mbah Mahrus Lirboyo juga dikenal sebagai juru islah (pendamai) ketika ada perselisihan paham yang bisa mengganggu perjuangan jam’iyah NU.
Bagi Mbah Mahrus adanya perbedaan pandangan atau pendapat di organisasi sebesar NU adalah hal yang wajar.
Kiai yang sangat dihormati, terutama oleh warga nahdliyin wafat pada Senin 26 Mei 1985 di RS Dr Soetomo Surabaya di usia 78 tahun.
Profil KH Mahrus Ali
- Lahir: di Dukuh Gedongan, Cirebon, Jawa Barat tahun 1906
- Wafat: 26 Mei 1985 di RS Dr Soetomo Surabaya
- Pendidikan: Ponpes Kasingan Rembang Jawa Tengah, Ponpes Lirboyo Kediri, Ponpes Tebuireng Jombang, Ponpes Watucongol Magelang Jawa Tengah
- Pengabdian: Rois Syuriah NU Kediri, anggota Mustasyar PBNU, Penasehat Kodam V Brawijaya, Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri, Rektor Universitas Islam Tribakti Kediri
Penulis: Solichan Arif