Bacaini.ID, JAKARTA – Di balik gemerlap lapangan golf Thailand yang hijau dan terawat, tersimpan kisah kelam penggunaan uang rakyat yang seharusnya mengalir untuk kepentingan energi nasional.
Muhammad Kerry Andrianto Riza, putra pengusaha minyak Riza Chalid, kini harus berhadapan dengan dakwaan jaksa yang mengungkap bagaimana dana sebesar Rp 176,39 miliar dari pembayaran sewa Terminal BBM Merak “menguap” untuk membiayai kegiatan golf mewah di Thailand.
Perjalanan Golf yang Mahal
Bayangkan sebuah perjalanan golf yang biayanya setara dengan anggaran pembangunan ratusan sekolah dasar. Itulah yang terjadi ketika Kerry dan kawan-kawannya memutuskan untuk “refreshing” ke Thailand menggunakan uang yang seharusnya menjadi bagian dari pengelolaan energi nasional.
Dalam rombongan golf eksklusif tersebut, tidak hanya Kerry yang menikmati fasilitas mewah. Gading Ramadhan Joedo, Dimas Werhaspati, hingga sejumlah pejabat PT Pertamina seperti Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono turut merasakan kemewahan yang dibiayai dari kantong rakyat.
Jejak Uang yang Berbelit
Cerita dimulai dari Terminal BBM Merak, sebuah infrastruktur vital yang menjadi tulang punggung distribusi bahan bakar di Indonesia. Kerry bersama ayahnya, Riza Chalid, dan Gading Ramadhan Joedo diduga mengatur skenario penyewaan terminal melalui PT Oiltanking Merak kepada PT Pertamina.
Yang mencengangkan, proses kerja sama ini dipercepat meskipun PT Oiltanking Merak belum memenuhi syarat pengadaan dan bahkan belum terdaftar sebagai vendor resmi Pertamina. Seperti membangun rumah tanpa fondasi, namun tetap dipaksakan berdiri.
Ketika Terminal Bukan Milik Sendiri
Ironi terbesar dalam kasus ini adalah PT Tangki Merak, yang diwakili Gading Ramadhan Joedo, menawarkan penyewaan terminal yang ternyata bukan milik mereka. Terminal tersebut sebenarnya milik PT Oiltanking Merak. Ibarat menjual rumah tetangga tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Modus operandi ini menciptakan aliran dana yang menguntungkan para pelaku, namun merugikan negara hingga diperkirakan Rp 2,9 triliun. Angka yang fantastis untuk sebuah permainan golf di negeri orang.
Buron di Negeri Singa
Sementara anaknya harus menghadapi persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Riza Chalid sang dalang diduga telah melarikan diri ke Singapura. Seperti kapten kapal yang meninggalkan awaknya saat badai mengamuk.
Kasus ini bukan sekadar tentang golf atau perjalanan mewah, melainkan cerminan dari sistem yang memungkinkan uang rakyat dialihkan untuk kepentingan pribadi segelintir orang. Kerry kini menghadapi dakwaan memperkaya diri sebesar Rp 3,07 triliun dalam keseluruhan kasus korupsi minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.
Pelajaran dari Lapangan Golf
Kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap rupiah yang dikelola BUMN seharusnya dipertanggungjawabkan dengan transparan. Terminal BBM yang menjadi urat nadi distribusi energi nasional tidak boleh dijadikan “mesin ATM” pribadi untuk membiayai gaya hidup mewah.
Ketika Kerry dan rombongannya asyik bermain golf di Thailand, jutaan rakyat Indonesia masih berjuang memenuhi kebutuhan bahan bakar sehari-hari. Kontras yang menyakitkan antara kemewahan segelintir orang dengan perjuangan rakyat banyak.
Persidangan yang masih berlangsung diharapkan dapat mengungkap seluruh jaringan korupsi ini dan memberikan efek jera bagi siapa pun yang berani mengotak-atik uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Karena pada akhirnya, setiap pukulan golf yang dibiayai uang rakyat adalah pukulan terhadap keadilan itu sendiri.
Penulis: Danny Wibisono