Bacaini.ID, KEDIRI – Mengacu pada data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2018, penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia, dengan kontribusi sekitar 73 persen dari total kematian. Sebagai bentuk upaya peningkatan mutu pelayanan dan sistem kesehatan, Pemerintah Kota Kediri melalui Dinas Kesehatan menggelar sosialisasi deteksi dini penyakit tidak menular, Rabu (17/9), bertempat di Ruang Joyoboyo, Balai Kota Kediri. Sosialisasi ini difokuskan pada deteksi dini kanker payudara, kanker leher rahim (serviks), serta Lupus Eritematosus Sistemik (LES). Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri, dr Fajri Mubasysyir melalui sambungan telepon.
Lebih jelas dr Fajri mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk membekali dan meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan di seluruh puskesmas Kota Kediri agar lebih jeli mengenali dan menangani kasus-kasus PTM secara lebih dini. “Petugas kesehatan membutuhkan pengetahuan yang cukup, terutama terkait penyakit lupus, yang gejalanya bisa menyerupai penyakit lain. Deteksi dan diagnosa yang cepat sangat penting agar pasien bisa segera mendapatkan penanganan,” jelasnya.
Untuk penyakit LES, ada beberapa gejala yang bisa diamati, antara lain ruam kulit khas berbentuk kupu-kupu, nyeri dan bengkak sendi, kelelahan ekstrem, demam, sesak napas, sariawan, fotosensitivitas (sensitivitas terhadap sinar matahari), serta pembengkakan pada kelenjar, kaki, atau wajah. LES juga dapat memengaruhi organ dalam seperti ginjal, jantung, paru-paru, dan sistem saraf, sehingga gejalanya bisa sangat beragam. “Dari gejala tersebut masyarakat bisa segera memeriksakan diri ke puskesmas sehingga bisa terdeteksi lebih awal. LES ini merupakan program baru dari Kementerian kesehatan maka dari itu kita bekali pemahaman kepada para petugas kesehatan agar mereka bisa melakukan screening ke masyarakat yang datang ke puskesmas,” imbuhnya.
Selanjutnya untuk kanker payudara dan kanker serviks dr Fajri mengatakan perlu untuk melakukan deteksi dini. Sehingga kemungkinan sembuh akan lebih besar. Adapun gejala kanker payudara meliputi benjolan keras pada payudara, perubahan tekstur atau ukuran payudara, kulit payudara berkerut seperti kulit jeruk, dan keluarnya cairan dari puting. Sementara itu, gejala kanker serviks meliputi pendarahan abnormal (di luar siklus menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau setelah menopause), keputihan yang tidak wajar dan berbau, serta nyeri saat berhubungan seksual dan nyeri panggul. “Masyarakat yang datang ke layanan kesehatan seringnya sudah dalam kondisi stadium lanjut sehingga kemungkinan penyembuhan akan lebih sulit. Dalam sosialisasi ini juga akan dipraktikkan penggunaan USG di layanan untuk mendeteksi kanker payudara sehingga diharapkan pegetahuan para petugas kesehatan di puskesmas semakin meningkat,” tambahnya.
Kegiatan ini diharapkan menjadi wadah refleksi bersama dalam mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi intervensi yang telah berjalan, serta merumuskan solusi yang kontekstual dan terintegrasi. Sekaligus dr Fajri juga mengimbau kepada masyarakat agar rutin melakukan cek kesehatan ke puskesmas, minimal satu tahun sekali. “Kita berprinsip upaya promotif preventif lebih utama dari pada pengobatan sehingga lebih baik mendeteksi lebih awal daripada mengobati. Jika dari petugas sudah siap untuk melakukan screening diharapkan masyarakat juga kooperatif dan memiliki kesadaran untuk memeriksakan dirinya sedini mungkin jangan menunggu sakit baru periksa,” pesannya.
Sebagai informasi, kegiatan sosialisasi menghadirkan 2 pemateri yakni Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Spesialis Bedah Onkologi dari RSUD Gambiran. (ADV)