Bacaini.ID, KEDIRI – Amnesti atau pengampunan hukum jadi isu politik di awal masa Pemerintahan Presiden Soekarno atau Bung Karno.
Isu amnesti digulirkan oleh Kasman Singodimedjo, Wakil Ketua Umum Masyumi.
Kasman membuat pernyataan di media massa. Kata dia, pemerintahan Soekarno semestinya memberi amnesti kepada para anggota Darul Islam (DI) yang tertangkap.
Menurut Kasman, amnesti akan menjadi jalan pemulihan keamanan. Kasman Singodimedjo mengibaratkan pemerintah dan DI sebagai ayah dan anak.
“Betapapun nakalnya anak, kalau diajar tidaklah sampai dipukul mati,” kata Kasman Singodimedjo seperti termuat dalam harian Abadi 19 September 1955.
Di bawah komando Sekarmaji Maridjan Kartosoewirjo, orang-orang DI diketahui berulangkali hendak menghabisi Bung Karno.
Upaya pembunuhan pertama terjadi pada 30 November 1957. Saat menghadiri acara malam dana di Perguruan Cikini, Soekarno dihujani granat.
Tiga granat meledak disusul serangan granat keempat dan kelima. Bung Karno selamat. Namun ledakan membunuh beberapa nyawa.
Ledakan granat melukai 48 anak-anak yang dilarikan ke rumah sakit. Sebanyak 14 orang pengikut Kartosoewirjo diringkus.
Upaya menghabisi Bung Karno kembali terjadi pada 9 Maret 1960. Sebuah pesawat MIG 15 berniat melepaskan roket ke arah Istana Negara.
Operasi penyerangan gagal lantaran pesawat kehabisan bahan bakar. Letnan Penerbang Maukar, pilot pesawat, dibekuk.
Upaya membunuh Bung Karno kembali terjadi pada tahun 1962 saat menunaikan salat Idul Adha di lapangan antara Istana Merdeka dan Istana Negara.
Bung Karno kembali selamat. Para pelaku yang merupakan pengikut Kartosoewirjo berhasil ditangkap.
Sementara usulan amnesti untuk orang-orang DI yang dilontarkan Kasman Singodimedjo menjadi isu politik panas.
Harian Rakyat, koran corong Partai Komunis Indonesia (PKI) langsung menyerang. Harian Rakyat menyoroti keberpihakan Masyumi kepada DI.
“DI anaknya, Masyumi ayahnya,” tulis Harian Rakyat edisi 20 September 1955.
Pertarungan sengit antara orang-orang Masyumi dengan PKI pada masa pemerintahan Soekarno tidak pernah reda.
Pada masa itu Presiden Soekarno memilih mengampuni orang-orang DI yang sebelumnya telah dijatuhi vonis hukuman mati oleh pengadilan.
Namun amnesti tidak diberikan kepada Kartosoewirjo. Pada 5 September 1962 Kartosoewirjo dieksekusi mati di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Penulis: Solichan Arif