Bacaini.ID, BLITAR – Presiden Soekarno atau Bung Karno mengenang Kartosoewirjo sebagai sosok yang pernah jadi kawan baik.
Bersama Muso dan Semaun, sama-sama pernah menjadi murid HOS Tjokroaminoto di Peneleh Surabaya.
Di Bandung pada tahun 1920-an keduanya kembali tinggal bersama.
“Bahkan mimpi bersama-sama,” kata Bung Karno dikutip dari buku Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66.
“Akan tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, ia berjuang semata-mata menurut azas agama Islam,” lanjut Bung Karno.
Perang Ideologi
Perbedaan ideologi membuat Soekarno dan Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo dalam posisi diametral. Keduanya berhadap-hadapan.
Kartosoewirjo merupakan Imam besar DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Juga ditahbiskan loyalisnya Presiden Negara Islam Indonesia (NII).
Pada tahun 1950 berfatwa kepada para pengikutnya untuk menghabisi Soekarno. Soekarno dianggap penghalang terbentuknya Negara Islam.
Upaya pembunuhan pertama terjadi pada 30 November 1957. Saat menghadiri acara malam dana di Perguruan Cikini, Soekarno dihujani granat.
Tiga granat meledak. Juga granat keempat dan kelima. Bung Karno selamat. Namun ledakan membunuh beberapa nyawa.
Juga melukai 48 anak-anak yang dilarikan ke rumah sakit. Sebanyak 14 orang pengikut Kartosoewirjo berhasil diringkus.
Upaya menghabisi Bung Karno kembali terjadi pada 9 Maret 1960. Sebuah pesawat MIG 15 berniat melepaskan roket ke arah Istana Negara.
Operasi penyerangan itu gagal lantaran pesawat kehabisan bahan bakar. Letnan Penerbang Maukar, pilot pesawat, dibekuk.
Upaya membunuh Bung Karno kembali terjadi pada tahun 1962.
Tembakan menyalak saat Bung Karno menunaikan salat Idul Adha di lapangan antara Istana Merdeka dan Istana Negara.
Lagi-lagi Bung Karno selamat. Pelaku yang merupakan pengikut Kartosoewirjo berhasil ditangkap.
Bung Karno mengampuni semua para pelaku upaya pembunuhan yang telah dijatuhi vonis mati oleh pengadilan.
Kecuali terhadap Kartosoewirjo. Bung Karno teringat para korban yang di antaranya anak-anak dan perempuan hamil.
Mereka jadi korban lantaran nafsu seorang fanatik yang menginginkan nyawanya.
Pada 5 September 1962 Kartosoewirjo dieksekusi mati di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta.
“Dan karena itu pula aku membubuhkan tanda tangan menghukum Kartosoewirjo,” kata Bung Karno yang tercatat dalam otobiografinya.
Penulis: Solichan Arif