Bacaini.ID, EROPA – Musim panas 2025 datang bukan dengan aroma liburan dengan gelas es limun di pinggir pantai, melainkan dengan peringatan berlapis; darurat panas, risiko kebakaran hutan, dan rumah sakit yang kewalahan.
Eropa Selatan, termasuk Spanyol, Prancis, Portugal, Italia, dan Yunani tengah mengalami gelombang panas paling ekstrem dalam sejarah modern. Suhu udara tak hanya tinggi, tetapi juga memecahkan rekor-rekor sebelumnya.
Hal yang paling mengkhawatirkan adalah kondisi ini masih akan terus meningkat dalam beberapa hari ke depan. Gelombang panas ini, kata para ilmuwan, adalah bagian dari kenyataan baru yang dibentuk oleh perubahan iklim.
Spanyol: Terbakar di Musim Panas
Spanyol menjadi salah satu negara pertama yang digilas gelombang panas sejak 28 Juni. Di El Granado, Huelva, suhu menembus 46°C — rekor baru untuk bulan Juni. Kota-kota seperti Sevilla dan Córdoba mencatat suhu di atas 44°C, sementara Zaragoza, Lleida, dan Badajoz melewati angka 41°C.
Tak hanya siang, malam pun terasa menggerahkan. Suhu minimum di banyak daerah tak pernah turun di bawah 25°C, menciptakan malam-malam tropis yang menyiksa, terutama bagi lansia dan anak-anak. Layanan Meteorologi Nasional Spanyol (AEMET) menyebut bahwa 16 dari 17 komunitas otonom dalam status siaga tinggi. Kondisi ini diperkirakan bertahan hingga awal Juli.
Prancis: Dari Liburan Musim Panas ke Status Darurat
Di Prancis, suhu mencapai 43°C di beberapa wilayah, membuat 84 departemen dalam status siaga oranye, dan 16 lainnya, termasuk Paris, dalam peringatan merah. Lebih dari 200 sekolah ditutup mulai 30 Juni hingga 2 Juli karena risiko kesehatan yang terlalu tinggi.
Fenomena ini didorong oleh “heat dome”, yakni tekanan tinggi dari Afrika Utara yang menjebak udara panas dan menahan sirkulasi udara sejuk. Akibatnya, suhu meningkat tajam dan bertahan lebih lama dari biasanya.
Portugal: Membara dari Selatan
Di Selatan Portugal, Kota Amareleja mencatat suhu hingga 45°C. Selain tekanan panas, risiko kebakaran hutan meningkat drastis, memperburuk kondisi kekeringan yang sudah mengakar selama beberapa bulan terakhir. Pemerintah mengeluarkan peringatan nasional terkait kesehatan dan kebakaran, dan warga diminta membatasi aktivitas luar ruangan, terutama pada siang hari.
Italia: Roma dan Milan Melebur
Sejumlah kota besar seperti Roma dan Milan masuk ke dalam kategori siaga merah dan oranye karena suhu yang menembus lebih dari 40°C. Beberapa rumah sakit melaporkan lonjakan pasien akibat dehidrasi dan serangan panas. Pemerintah daerah mengambil langkah membatasi pekerjaan luar ruangan di jam-jam terpanas demi keselamatan para pekerja.
Yunani: Kebakaran Hutan dan Evakuasi Massal
Yunani mengalami kebakaran hutan besar yang dipicu oleh suhu tinggi dan angin kencang. Pada 26 Juni, lima desa di selatan Athena dievakuasi. Di Pulau Chios, lebih dari 10.000 hektar hutan hangus terbakar, memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka. Bau asap menggantung di udara, dan langit yang biasanya cerah berubah kelabu.
Risiko dan Respons: Siapa yang Paling Rentan?
Gelombang panas ekstrem ini bukan sekadar gangguan cuaca. Ini adalah krisis kesehatan publik. Mereka yang paling terdampak adalah kelompok lansia, anak-anak, orang dengan kondisi medis kronis, dan mereka yang tak memiliki akses ke pendingin ruangan.
Pemerintah di seluruh wilayah terdampak mengeluarkan panduan keselamatan sebagai berikut:
- Hindari paparan sinar matahari langsung, terutama dari pukul 11.00 hingga 17.00.
- Minum air putih dalam jumlah cukup, bahkan jika tidak merasa haus.
- Gunakan pakaian longgar dan terang.
- Hindari aktivitas fisik berat di luar ruangan.
Apa yang menyebabkan ini semua?
Di balik angka-angka mengejutkan itu, ada kisah yang lebih dalam. Fenomena “heat dome” hanyalah pemicu sementara. Akar masalahnya terletak pada perubahan iklim global.
- Bumi kini 1,1°C lebih panas dibanding era pra-industri.
- Atmosfer yang lebih hangat menyimpan lebih banyak panas dan uap air, memicu gelombang panas yang lebih sering dan lebih ekstrem.
- Eropa adalah salah satu kawasan yang memanas dua kali lebih cepat dibanding rata-rata global.
- Kombinasi kekeringan, tanah kering, dan pola angin abnormal memperburuk situasi.
Bahkan, fenomena El Niño yang masih aktif turut memperkuat tren pemanasan global ini.
Dari Alarm Iklim ke Aksi Nyata
Krisis panas ini bukan yang pertama, sekaligus bukan yang terakhir. Gelombang panas ekstrem kini menjadi bagian dari realitas baru yang harus dihadapi dunia. Saat ini, Eropa Selatan seperti sedang menyaksikan masa depan, di mana iklim berubah lebih cepat dari kesiapan manusia dan infrastrukturnya.
Pertanyaannya kini bukan lagi, “Apakah ini akan terjadi lagi?”. Tetapi, “Apakah kita siap saat itu kembali datang?”.
Saatnya manusia bersahat dan bersikap bijak kepada alam.
Penulis: Danny Wibisono
Editor: Hari Tri Wasono