Bacaini.ID, KEDIRI – Pempek Palembang yang lezat itu sebetulnya bukan bernama pempek. Makanan lokal ini memiliki nama asli ‘Kelesan’.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan Journal of Ethnic Foods menyebut bahan-bahan kelesan atau pempek terdiri dari daging ikan yang sudah dibersihkan dan dipirik atau dilumatkan.
Pirik dilakukan dengan cara ditekan dengan alat yang disebut piri’an, yaitu alat yang terbuat dari kuningan berbentuk bulat agak lonjong dengan jari-jari sekitar 8–10 cm.
Bagian bawah alat ini berlubang-lubang, sehingga daging yang dihaluskan dapat keluar melalui lubang-lubang tersebut.
Sejak zaman Kesultanan Palembang, sekitar abad ke-17 hingga abad ke-19, Kelesan telah menjadi sajian istimewa masyarakat Palembang.
Perkembangan tradisi kuliner ini dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Cina dan Arab.
Seiring berjalannya waktu, sajian yang dulunya hanya dinikmati oleh para sultan dan bangsawan ini pun mulai dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat.
Kelesan viral di masanya. Produksinya pun meluas yang berujung pada munculnya berbagai bisnis makanan ini.
Para perempuan yang menyiapkan hidangan ini membutuhkan penjual untuk memperluas jangkauan penjualan.
Dari sinilah muncul pedagang-pedagang Kelesan, orang-orang Tionghoa yang sebelumnya memang sudah berdagang.
Para penjual ini yang sebagian besar adalah laki-laki, awalnya berjualan di sekitar wilayah Guguk Pengulon, sekitar Masjid Agung Palembang.
Wilayah ini sebagian terendam air pada awal abad ke-20, yang mengharuskan penggunaan perahu.
Ketika upaya reklamasi lahan dimulai pada awal abad ke-20, para pedagang ini beralih menjual Kelesan dari pintu ke pintu.
Para pedagang pria Tionghoa disapa dengan sebutan ‘Apek’. Sapaan dalam bahasa China untuk laki-laki yang lebih tua.
Dari sinilah nama Pempek muncul. Ketika pelanggan memanggil penjual Kelesan untuk membeli dagangan mereka.
Panggilan “Pek.. Ampek” lambat laun menjadi Pempek dan digunakan untuk menyebut nama dagangan mereka. Kelesan menjadi Pempek.
Pempek secara tradisional disajikan bersama saus cuko. Saus cuko dibuat dengan merebus air, gula merah, asam jawa, bawang putih, cabai, dan garam.
Saus cuko tidak dapat dipisahkan dari makanan tradisional, sampai-sampai ada pepatah, cuko dak becuko, tengah duo, yang berarti harga jual pempek tetap sama meskipun tanpa cuko.
Artinya, ketika pempek dibeli, maka secara otomatis disajikan dengan saus cuko.
Pada masa Kesultanan Palembang makanan tradisional berbahan dasar ikan dan tepung tapioka berkembang pesat, khususnya di Palembang sendiri.
Sebagai pusat pemerintahan, Palembang juga menjadi pusat masyarakat Uluan atau pedalaman dalam pengembangan dan penjualan Kelesan.
Adat istiadat masyarakat Kayu Agung di Sumatera Selatan pun mencatat Kelesan sebagai makanan ringan saat berdagang dan membawa gerabah dari tanah liat.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif