Perayaan hari jadi ke-17 Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu tahun ini tidak dilakukan secara besar-besaran. Sebaliknya, acara ini lebih berfokus pada momen refleksi dan introspeksi. Bawaslu masih memiliki perjalanan yang panjang kedepan dan banyak tantangan yang harus diatasi. Banyak hal yang harus dilakukan Bawaslu untuk mencapai visi dan misi lembaga ini sebagai pengawas pemilu yang terpercaya.
Selama 17 tahun, Bawaslu telah menjalankan peranannya sebagai lembaga pengawas pemilu. Sebagai satu-satunya badan yang secara resmi diizinkan oleh undang-undang, Bawaslu bertanggung jawab untuk menilai apakah pelaksanaan pemilu sudah benar dan sesuai dengan peraturan yang ada. Tugas ini membuat Bawaslu sangat penting untuk memberikan legitimasi pada proses demokrasi di negara kita.
Mengacu pada surat edaran Bawaslu Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2025, perayaan ulang tahun ke-17 Bawaslu meliputi beberapa kegiatan. Acara dimulai dengan apel yang diadakan oleh Bawaslu RI bersamaan dengan semua Bawaslu di provinsi serta kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Selain itu, terdapat penyerahan satya lencana kepada Pegawai Negeri Sipil sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka dalam menjalankan tugas, yang menunjukkan kesetiaan, pengabdian, keahlian, kejujuran, dan disiplin selama sekurang-kurangnya 10 tahun. Berbagai perlombaan juga menjadi bagian dari perayaan tersebut yang berlangsung dari tanggal 9 hingga 15 April 2025, dan diakhiri dengan tasyaukuran yang akan dilaksanakan pada tanggal 15 April 2025.
Bawaslu didirikan pada 9 April 2008 sebagai respons terhadap krisis kepercayaan masyarakat mengenai pelaksanaan pemilu, terutama terkait Pemilu 1971. Saat itu, pemungutan suara dilakukan pada 3 Juli 1971 dengan sembilan partai yang berpartisipasi, termasuk Golkar yang lebih memilih tidak disebut sebagai partai politik. Banyak masyarakat serta penggiat pemilu menilai bahwa pemilu tersebut dipenuhi oleh manipulasi dan pelanggaran oleh petugas. Krisis kepercayaan ini berlanjut hingga Pemilu 1977, di mana pelanggaran semakin meluas. Protes dari masyarakat kemudian ditanggapi oleh pemerintah dan DPR yang didominasi oleh Golkar dan ABRI. Sebagai akibatnya, muncul ide untuk memperbaiki undang-undang demi meningkatkan kualitas pemilu di tahun 1982. Setelah itu, Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum dibentuk untuk mengawasi jalannya pemilu. Pengawas pemilu juga tetap aktif untuk Pemilu 1999. Nama lembaga ini berubah dari Panitia Pengawas Pelaksana Pemilihan Umum menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum. Kemudian, melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, kelembagaan pengawas pemilu semakin diperkuat dan terbentuklah Badan Pengawas Pemilu. Bawaslu mengawasi kepatuhan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu serta pemilihan kepala daerah. Dalam perkembangannya, Bawaslu mengalami peningkatan yang signifikan. Pertama, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 menetapkan untuk membentuk lembaga ad hoc terpisah dari KPU, yang tugas utamanya adalah mengawasi pemilu. Kedua, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 menetapkan Bawaslu sebagai pengawas pemilu di tingkat pusat. Ketiga, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 semakin memperkuat lembaga Bawaslu dengan menjadikan Panitia Pengawas Pemilu di provinsi sebagai Bawaslu Provinsi yang bersifat permanen. Keempat, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 memberikan banyak kewenangan kepada Bawaslu. Secara struktural, Panitia Pengawas Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota telah diubah menjadi Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota yang bersifat tetap. Saat ini, Bawaslu tidak hanya berfungsi sebagai pengawas, tetapi juga berperan sebagai lembaga peradilan untuk menegakkan hukum terkait pelanggaran pemilu, mempunyai kuasa untuk menerima, memeriksa, menelaah, dan mengadili pelanggaran melalui sidang adjudikasi.
Bawaslu telah menjadi elemen penting dalam perkembangan demokrasi Indonesia. Usia 17 tahun bagi seorang manusia menandakan transisi menuju kedewasaan. Demikian juga, peringatan ulang tahun ke-17 Bawaslu menjadi waktu untuk melakukan introspeksi, evaluasi, dan perbaikan, terutama setelah mengawasi pemilihan presiden, wakil presiden, DPD, DPR, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan pemilihan kepala daerah di tahun 2024 secara serentak.
Pada awalnya, peran Bawaslu cukup terbatas, hanya berfokus pada penegakan pelanggaran administratif dan politik uang. Banyak yang beranggapan bahwa tanggung jawab pengawas pemilu hanya selama masa kampanye dan dihitungnya suara. Namun, seiring waktu, masyarakat mulai memahami bahwa Bawaslu lebih dari sekadar pengawas, tetapi juga pelindung nilai-nilai demokrasi. Kehadiran Bawaslu tidak hanya berorientasi pada penyelenggaraan pemilu, tetapi juga berkomitmen untuk membangun basis yang kuat agar proses demokrasi berlangsung dengan jujur, adil, dan bermartabat. Pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu kini tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif dan edukatif. Model baru ini meliputi sosialisasi, pendidikan politik, keterlibatan masyarakat sipil, serta kolaborasi dengan berbagai lembaga dan organisasi, termasuk universitas, media, dan lembaga swadaya masyarakat. Bawaslu bertekad untuk memberikan edukasi yang bertujuan membentuk perilaku dan meningkatkan kesadaran kolektif, untuk menciptakan budaya demokrasi yang sehat.
Bawaslu memahami bahwa keadilan dalam pemilu tidak bisa ditegakkan hanya dengan memberikan sanksi dan peringatan. Proses ini harus dimulai dari upaya literasi politik yang kokoh, didukung oleh pemilih yang cerdas dan kritis, serta pengawas pemilu yang memiliki integritas. Bawaslu juga aktif menjangkau berbagai ruang edukasi publik, seperti sekolah, universitas, dan komunitas, untuk menyebarkan pesan mengenai tanggung jawab setiap individu dalam menjaga demokrasi di Indonesia.
Pendekatan yang dijalankan oleh Bawaslu mencerminkan suatu perjalanan menuju demokrasi yang lebih substantif. Demokrasi yang lebih menekankan pada nilai-nilai dasar dari pada hanya sekadar prosedur. Pengawasan bukan hanya menjadi tanggung jawab lembaga, melainkan juga tanggung jawab dalam pengawasan pemilu dan pilkada harus menjadi tanggung jawab bersaama dan kesadaran bersama, di mana warga negara juga menyadari hak dan kewajiban mereka untuk mengawasi pelaksanaan tahapan demokrasi yaitu pemilu. Budaya demokrasi yang baik dapat terlihat saat masyarakat berani menentang praktik politik uang, ketika pegawai negeri, anggota TNI, dan Polri menunjukkan sikap netral selama masa kampanye, Kadesa dan perangkat desa yang netral, penyelenggara yang netral, Partisipasi masyarakat dalam melaporkan setiap pelanggaran pemilu. Peningkatan kehadiran masyarakat di Tempat Pemungutan Suara dari pemilu ke pemilu dan ketaatan peserta pemilu terhadap peraturan perundang-undangan adalah faktor kunci dalam menilai efektivitas pengawasan yang dilakukan secara partisipatif. Dalam hal ini, jelas bahwa prinsip pengawasan partisipatif telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujidkan itu semua tentunya Bawaslu menghadapi berbagai tantangan besar yang harus dihadapi, seperti oligarki politik, sikap apatis, dan kurangnya sumber daya manusia, Namun demikian, hal tersebut tidak menyurutkan tekat Bawaslu untuk memberikan edukasi berdemokrasi yang baik kepada masyarakakt. Dengan melakukan langkah-langkah kecil yang konsisten, tentunya nilai-nilai demokrasi akan bisa tertanam dan menjadi budaya di tengah-tengah masyarakat.
Untuk menguatkan fungsi Bawaslu sebagai penegak demokrasi, dukungan regulasi yang progresive, alokasi dana yang cukup, serta kehadiran pengawas pemilu yang berkualitas akan semakin memperkuat peran Bawaslu. Bawaslu perlu memiliki ruang yang lebih luas untuk melakukan pendidikan kepada pemilih, meningkatkan aktivitas pengawasan yang melibatkan partisipasi masyarakat, serta bekerja sama dengan berbagai pihak. Tanpa pelibatan partisipasi masyarakat yang kuat, demokrasi hanya akan menjadi rutinitas lima tahunan yang kehilangan esensinya. Demokrasi yang sehat memerlukan lembaga pengawas yang kuat, mandiri, dan dapat diandalkan serta partisipasi masyarakat yang aktif dalam proses demokrasi
Bawaslu adalah salah satu elemen pendting dalam menjaga integritas, keadilan, dan kejujuran dalam sistem pemilihan umum. Dengan semakin kompleksnya permasalahan pada tahapan pemilihan umum, modus kecurangan semakin canggih, variasi jenis pelanggaran yang terjadi semakin banyak, serta luasnya jangakauan wilayah yang harus diawasi. Pelanggaran pemilu kini juga terjadi di dunia digital, seperti penyebaran informasi hoax, manipulasi algoritma media sosial, dan politisasi identitas secara online. Bawaslu harus menghadapi tantangan ini dengan memperkuat sumber daya, baik dari segi tenaga kerja maupun alat teknologi digital yang diperlukan untuk mendukung pengawasan. Agar dapat menangani masalah ini, peraturan atau kerangka hukum yang memadai sangat penting, sehingga Bawaslu dapat mengambil tindakan terhadap pelanggaran yang terjadi. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR, sebagai pembentuk undang-undang, perlu mempertimbangkan hal ini dengan serius. Lebih jauh, perlu dirumuskan regulasi yang memberikan lebih banyak kewenangan kepada Bawaslu untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran, termasuk memperkuat kemampuan investigatif dan hak pemulihan bagi korban pelanggaran pemilu. Perlindungan hukum terhadap saksi dan korban juga harus menjadi perhatian utama.
Dengan penguatan lembaga Bawaslu, diharapkan Bawaslu mampu memberikan lebih banyak ruang bagi partisipasi masyarakat. Pengawasan yang melibatkan masyarakat harus menjadi gerakan nasional yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, mulai dari pemilih pemula, kelompok rentan, organisasi masyarakat sipil, tokoh agama dan masyarakat, serta lembaga swadaya masyarakat. Keterlibatan ini akan terjadi jika Bawaslu muncul sebagai lembaga yang responsif, transparan, dan terbuka. Reformasi internal Bawaslu untuk menciptakan budaya organisasi yang bersih, inovatif, dan berorientasi pada pelayanan publik adalah suatu kebutuhan mendesak.
Pada akhirnya, kita harus ingat bahwa demokrasi yang ideal tidak bisa langsung tercapai, ia adalah sebuah perjalanan yang harus terus diupayakan. Meningkatkan penguatan Bawaslu berarti memperkuat harapan bersama kita untuk masa depan demokrasi di Indonesia lebih baik lagi. Selamat Ulang Tahun yang ke-17 untuk Bawaslu. Merdeka!
Penulis: M. Saifuddin Zuhri, M.Pd.I, M.H*
*)Ketua Bawaslu Kabupaten Kediri