Bacaini.ID, BLITAR – Praktik kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Kota Blitar dituding tidak memihak dunia pendidikan.
Dalam praktiknya mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pengembangan institusi pendidikan di Kota Blitar lebih sulit ketimbang mendirikan hotel.
Hal itu terungkap dalam audiensi aktivis Masyarakat Peduli Pendidikan (MPP) dengan Komisi I DPRD Kota Blitar. Pemkot Blitar dinilai lebih memihak kepentingan pemilik modal.
Kemajuan pendidikan di Kota Blitar disimpulkan belum sepenuhnya dianggap penting untuk sebuah agenda perubahan dan kemajuan daerah.
“Nyatanya ada ketimpangan dalam praktek Perda RTRW dan RDTR di Kota Blitar,” ujar Koordinator MPP Moh Trijanto Kamis (20/3/2025).
Di depan wakil rakyat, para aktivis MPP mencontohkan pengembangan kampus Unisba yang selama ini sulit terealisasi lantaran terganjal regulasi RTRW dan RDTR.
Kampus Unisba diketahui memiliki aset seluas 1,1 hektar dengan sebanyak 3.946 mahasiswa.
Namun sejauh ini baru 0,6 hektar yang bisa dimanfaatkan untuk fasilitas pendidikan: 35 ruang kelas untuk kegiatan belajar mengajar.
Padahal idealnya kampus butuh sebanyak 114 ruangan, yakni bangunan untuk praktikum, termasuk laboratorium di sejumlah fakultas.
Menurut Trijanto, pembangunan fasilitas pendidikan di lingkungan kampus Unisba gagal dilakukan lantaran terganjal regulasi RTRW dan RDTR.
“Sementara izin untuk mendirikan hotel meskipun ada permasalahan dan menjadi polemik lebih dipermudah,” ungkap Trijanto.
Ia mencontohkan izin pendirian Hotel Santika di Jalan Soekarno-Hatta Kota Blitar.
Meski diprotes warga karena berjarak 96 meter dari mata air dan di bawah batas minimum 200 meter sesuai ketentuan regulasi, Pemkot Blitar tetap menerbitkan izin.
Contoh lainnya adalah Pembangunan Lapas Kelas II B Blitar di atas lahan seluas 4,18 hektar, juga berjalan lancar dan tak ada kendala perizinan yang berarti.
Belum lagi sejumlah bangunan permanen ilegal di Jalan A Yani yang kata Trijanto jelas-jelas melanggar ketentuan ruang terbuka hijau dan perlindungan sungai.
“Kalau SHM dan SHGB pagar laut di Tangerang dan Bekasi saja bisa dicabut, kenapa bangunan di luar sepadan sungai tak bisa dicabut,” kata Trijanto.
Trijanto berharap Pemkot Blitar, yakni dalam hal ini Wali Kota dan legislatif dapat menjaga transparansi dan keadilan dalam pelaksanaan regulasi RTRW dan RDTR.
Menanggapi itu anggota DPRD Kota Blitar Agus Zunaidi berjanji menyelesaikan permasalahan yang ada. Namun menurutnya keputusan terkait RTRW ada di tangan eksekutif.
Sementara Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin atau Mas Ibin di depan aktivis MPP mengatakan mendukung aspirasi yang disampaikan.
Mas Ibin juga berjanji akan mengevaluasi RTRW hasil rancangan pemerintah sebelumnya.
Penulis: Solichan Arif