SIDOARJO – Seorang pasien Covid-19 atau Corona mengisahkan detik-detik virus itu memasuki tubuhnya. Dalam waktu singkat virus itu menyerang organ pernafasan dan menimbulkan kerusakan permanen.
AP adalah karyawan salah satu BUMN di Sidoarjo. Pria berusia 49 tahun ini nyaris menghabiskan waktunya di dalam kantor dan sedikit berinteraksi di luar ruangan. Seluruh tempat kerjanya dilengkapi fasilitas pendingin udara. Membuatnya betah berlama-lama bekerja mulai pagi hingga malam hari.
Kenyamanan kantor mulai terganggu saat beberapa karyawan dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Padahal prosedur pencegahan telah dilakukan sebelum bekerja. Mulai memakai masker, cuci tangan dan pengukuran suhu tubuh sebelum masuk kantor, hingga mengurangi interaksi dengan customer dan rekan kerja.
“Saat beberapa teman kerja terinfeksi, saya masih tenang. Karena seluruh prosedur keamanan sudah dipenuhi,” kata AP kepada Bacaini, Selasa 8 September 2020.
Namun sekuat-kuatnya menjaga protokol, AP tak luput kerap melepas masker saat berbincang dengan rekan kerjanya. Mengenakan masker memang mengurangi kenyamanan saat berbicara. Apalagi jika dilakukan saat santai sambil ngopi.
Hingga suatu hari dia merasakan tubuhnya meriang. Saat diukur dengan termometer badan, suhunya tinggi. “Saya kira flu, saya minum obat dan istirahat. Biasanya sembuh,” katanya.
Dia tetap bekerja dan berinteraksi seperti biasa, baik di kantor maupun di rumah. Beruntung tempat tidur AP terpisah dengan anak-anaknya. Jam kerjanya yang panjang juga membatasi interaksi dengan mereka.
Memasuki hari berikutnya, AP merasakan sedikit sesak. Nafasnya mulai berat dengan suhu tubuh tak turun-turun. Dia memutuskan ke rumah sakit.
“Seperti disambar petir saat diberitahu hasil swab saya positif. Langsung teringat keluarga di rumah, takut tertular,” katanya. Malam itu juga dia meminta seluruh keluarganya menjalani swab. Hasilnya negatif.
Tak menunggu lama, Tim Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Sidoarjo segera melakukan prosedur isolasi di rumah sakit kepada AP. Sementara keluarganya menjalani isolasi di rumah dengan pengawasan petugas Puskesmas.
AP ditempatkan di ruang isolasi berkapasitas dua orang. Ruangan itu memiliki sarana sirkulasi yang membuang udara ke luar ruangan. “Saat masuk ke ruangan isolasi, sesak nafas saya seperti bertambah. Mungkin bercampur panik, sehingga petugas memasang selang oksigen untuk membantu bernafas,” kata AP.
Di ruangan itulah AP berjuang melawan virus yang menyerang organ pernafasannya. Seumur hidup, AP belum pernah mengalami sesak nafas. Dia juga rutin bermain tenis dan bersepeda. Hidupnya juga jauh dari asap rokok. Menurut dokter, virus sudah masuk ke paru-paru dan mengganggu pernafasanya.
Sesak yang dialami AP sungguh luar biasa. Bersama pasien lain yang tak dia kenal sebelumnya, dia melewati masa sulit itu sendirian. Tak ada sanak dan teman yang menengok. AP benar-benar terisolir dengan sakit di dada yang tak tertahankan.
“Setiap hari saya hanya mengingat anak-anak dan istri di rumah. Kalau sesuatu yang buruk menimpa saya, mereka tak ada sumber nafkah. Saya harus kuat melewati masa kritis ini,” kata AP.
Kekhawatiran itu tak berlebihan. Empat rekan kerjanya telah meninggal dunia akibat virus yang sama.
Selama 40 hari AP dikurung di sana. Setiap hari dia dicekoki vitamin dan antibiotik untuk menguatkan daya tahan tubuhnya. Sebab hingga kini belum ada obat untuk melawan Corona. “Dokter juga hanya mengobati kerusakan organ yang diserang sampai virus itu hilang sendiri,” kata AP.
Kini AP telah berkumpul bersama keluarganya. Hasil swab menyatakan dirinya negatif dari paparan virus. Namun jejak corona tak serta merta hilang dari tubuhnya.
“Saya harus menjalani terapi karena kerusakan paru-paru. Nafas masih ngos-ngosan kalau mengangkat beban agak berat dan berlari,” katanya. Jauh dari kondisi tubuhnya yang tangkas di lapangan tenis sebelum terpapar corona.
Fibrosis Paru
Mengutip artikel kesehatan klikdokter.com, para ahli mengklaim beberapa penyintas dapat mengalami fibrosis paru. Ini adalah kondisi jaringan paru berubah jadi jaringan parut.
Jaringan parut ini menumpuk, dan menjadikan paru-paru kaku. Pasien biasanya akan mengeluhkan sulit bernapas.
Studi di Tiongkok menunjukkan bahwa pasien virus corona masih mengalami kerusakan paru-paru setelah keluar dari rumah sakit. Menurut Dr. Sam Hare, anggota komite eksekutif British Society of Thoracic Imaging dan penasihat Royal College of Radiologists, ini dilakukan sebagai bentuk kekhawatiran bahwa pasien mengalami kerusakan paru permanen.
“Dalam pemindaian enam minggu ini, sekitar 20-30% pasien corona yang berada di rumah sakit tampaknya menunjukkan beberapa tanda awal kerusakan paru-paru,” kata Dr. Hare.
Besarnya resiko kerusakan organ setelah pasien dinyatakan sembuh dari corona memaksa kita berhati-hati. Jangan kendor menerapkan protokol kesehatan di era yang ‘sepertinya’ sudah normal. (HTW)
Comments 1