Perrnahkah kita membayangkan Kediri tanpa Industri Rokok Gudang Garam?
Banyak orang memperkirakan suatu saat rokok tidak lagi menjadi kebutuhan hidup orang pada suatu zaman yang akan datang. Gemparnya kampanye anti rokok, perubahan gaya hidup sehat pasca pandemi, serta naiknya cukai rokok yang makin membuat harga rokok semakin mahal, semua itu bisa menjadi faktor konsumsi rokok pada suatu saat akan berkurang tajam.
Menurut informasi resmi yang beredar saat ini penerimaan Negara dari cukai Rokok dari Kediri adalah sebesar lebih dari 20 Triliyun rupiah pada tahun 2019 (melebihi target yang ditetapkan sekitar 19 Triliyun). Dengan angka sebegitu besar tentunya Pemerintah Pusat maupun Daerah tidak ingin kehilangan pundi-pundi ini, namun demikian, skenario terburuk bahwa potensi penurunan penerimaan dari cukai di industri ini tetaplah harus diantisipasi.
Setelah jalan Toll Surabaya – Jakarta tersambung, maka waktu tempuh menuju Kediri dari Surabaya maupun dari Madiun / Solo menjadi lebih cepat. Meskipun jalan toll tidak melintasi wilayah Kediri, namun akses dari exit toll Nganjuk ataupun Kertosono menjadikan Kediri “hanya selangkah” dari kota-kota besar lainnya.
Kediri harus menengok potensi-potensi lain yang bisa dikembangkan untuk menjadi industri substitusi bila kelak benar ada kejadian industry rokok akan lenyap.
Industri rokok memang bukanlah industri ekstraktif pertambangan. Sudah banyak cerita daerah yang dulunya ramai dan berkembang lantas kemudian sekarang jadi sepi seperti kota mati. Cerita itu terjadi di daerah-daerah yang dulu menjadi pusat penambangan mineral maupun migas. Betapa tidak sepi dan jadi kota mati?, karena hampir semua kehidupan di daerah tersebut tergantung dan berpusat pada industri tersebut tanpa sempat membangun industri lain sebagai alternatifnya.
Namun demikian saya memprediksi bahwa Kediri tidak akan seburuk bekas kota-kota minyak di Sumatera, mengapa? karena letak geografis Kediri yang berada di Pulau Jawa yang sudah bagus insfrastrukturnya sangat berbeda dengan bekas kota-kota minyak di Sumatera.
Pemimpin yang visioner, birokrasi yang reformis, masyarakat yang cerdas serta pengusaha-pengusaha yang ulet dan baik adalah masa depan Kediri.
Para ahli ekonomi pembangunan dunia sepakat bahwa semakin maju suatu daerah, selalu diwarnai pergeseran penopang ekonomi di daerah tersebut. Di suatu daerah yang tradisional maka penopang utama ekonominya adalah Sumber Daya Alam, kemudian setelah semakin maju akan bergeser ke Sumber Daya Manusia, dan pada akhirnya di zaman Revolusi 4.0 ini penopang ekonomi yang paling kuat adalah Sumber Daya Buatan (Artificial Intelligence).
Coba kita bayangkan, di musim Pandemi Covid-19 ini siapa yang meraup untung terbesar? adalah usaha-usaha yang berbasis Teknologi Informasi. Di saat perkantoran harus ditutup, orang harus Work from Home (WFH), di saat sekolah-sekolah harus tutup sehingga siswa harus Study from Home (SFH) di daerah perkotaan hampir semua orang sekarang mengenal “zoom”. Padahal jujur saja sebelum Pandemi, saya Pribadi pun tidak kenal apa itu aplikasi “zoom”.
Siapa menyangka beli pulsa/kuota sekarang jadi kebutuhan pokok dan lebih Utama daripada beli sebungkus rokok?
Siapa yang punya zoom?, Siapa yang jualan pulsa? Orang Kediri kah?
Di saat PSBB rumah makan dan toko-toko yang buka dibatasi, siapa yang omzetnya naik? Salah satunya adalah Go-Food atau Go-Send, selain tentunya tokopedia, shopee, bukalapak, dan sebangsanya. Siapakah mereka? Semuanya adalah pemain bisnis berbekan artificial intelligence.
Adakah orang Kediri ikut diuntungkan?
Pertanyaan sederhana: bisakah Kediri melahirkan kekuatan-kekuatan seperti mereka?.
Di zaman virtual seperti sekarang ini, untuk menciptakan suatu bisnis yang berskala nasional atau bahkan internasional tidak harus lahir dari Jakarta,
Tentu anda mengenal Jack Ma bukan? Siapa dia?[1]
Jack Ma atau Ma Yun lahir di Hangzhou, Provinsi Zhejiang, China pada tanggal 15 oktober 1964. Jack Ma tumbuh di lingkungan penduduk yang sederhana di Hangzhou pada 1980-an. Saat itu, China baru membuka diri terhadap bangsa barat. Semasa hidupnya, dia harus berhadapan dengan berbagai masalah.
Ma ditolak di setiap sekolah, tempat dia ingin belajar. Bahkan sejak sekolah dasar, dia sudah menerima penolakan karena ujian matematikanya yang tak begitu baik. Tapi Ma bertahan dan melaluinya. Sejak usia 12 hingga 20 tahun, dia mengendarai sepedanya selama 40 menit ke hotel di mana dia dapat belajar bahasa Inggris.
Sebelum mendirikan bisnisnya yaitu Alibaba.com, founder atau CEO dari alibaba.com ini dahulunya hanya seorang guru bahasa inggris. Dimana sebelum menjadi guru, ia sudah puluhan kali mendaftar pekerjaan namun selalu ditolak, ia pernah mendaftar menjadi karyawan di KFC, namun dari 24 orang yang mandaftar hanya 23 yang diterima, dimana hanya ia satu-satunya yang tidak diterima.
(mengenaskan bukan?)
Nama berikutnya yang pasti anda kenal saat ini adalah Eric Yuan[2]
Melansir Forbes, Yuan berada di peringkat ke-293, yaitu dengan nilai kekayaan sebesar 5,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 89,6 triliun untuk bisnis teknologi video conferencing yang dimilikinya dari Zoom.
Daftar ini dirilis kemarin, Selasa (7/4/2020). Adapun jumlah orang yang masuk daftar tahun ini sebanyak 2.095 orang. Dari 20 besar orang-orang yang masuk daftar orang terkaya, 9 di antaranya bergerak di sektor teknologi. Masuknya CEO Zoom Eric Yuan sebagai salah satu orang terkaya di dunia tidak terlepas dari meroketnya popularitas dan penggunaan Zoom selama wabah virus corona.
Naah…. Bagaimana? Mungkin Eric sendiri tak pernah menyangka bakal ada Pandemi Covid seperti yang terjadi saat ini, atau barangkali orang yang sirik akan mengatakan bahwa Eric adalah satu dari actor terori Konspirasi dari China yang menciptakan Corona sehingga perusahaannya untung besar…… Ha ha ha…….
Orang kalah memang bisanya menyalahkan dan selalu memandang dari sisi gelap, sedangkan mental juara selalu melihat sisi terang dimana selalu ada harapan dan peluang.
Kembali pada masa depan Kediri, maka saya mengatakan bahwa, sama halnya dengan Indonesia, Kediri membutuhkan pemimpin yang visioner, birokrasi yang reformis, masyarakat yang cerdas serta pengusaha-pengusaha yang ulet dan baik.
Mumpung Gudang Garam masih berjaya transformasi ke arah sana sudah saatnya dimulai. Dan untuk itu dibutuhkan Kepemimpinan yang memiliki ciri “Magnanimous Thinking”: visioner, berpikir luas dan lebar, sanggup mengikuti perkembangan zaman dengan segala perubahan, tidak terbelenggu pada pikiran-pikiran konvensional saja. Pengetahuan tentang teknologi-teknologi yang relevan untuk membangun daerahnya harus dimiliki, sehingga semakin mampu memberikan pelayanan yang prima dan membangun daerahnya dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan dibalik rencana pembangunan Bandara Kediri, Magnanimous Thinking itu sudah ada (DSS)
Penulis: Didik Sasono Setyadi
Chairman Airlangga Law and Governance Institute
[1] https://voffice.co.id/jakarta-virtual-office/business-tips/biografi-jack-ma-orang-terkaya-di-china-pendiri-alibaba-com/
[2] https://surabaya.tribunnews.com/2020/04/09/mengenal-eric-yuan-pemilik-zoom-yang-panen-triliunan-rupiah-di-tengah-wabah-corona.