Bacaini.id, KEDIRI – Metode pertanian tanpa tanah atau hidroponik menawarkan banyak manfaat bagi penanam komersial maupun penghobi. Salah seorang yang sukses berbudidaya hidroponik adalah Noni Kurniawati, warga Desa Pule, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri.
Menggunakan lahan tak terpakai di dekat rumahnya, Noni dan suaminya, Rustam, membuat membuat empat unit green house berukuran 12×22 meter yang diberi nama Omah Melon Pule Indah.
“Pola hidroponik ini mengkolaborasikan efisiensi sumber daya, inovasi, serta pengetahuan untuk menghasilkan produk pertanian yang segar dan lezat,” kata Noni yang telah memulai usaha ini sejak setahun lalu.
Saat ini Noni mengembangkan tanaman melon. Beragam jenis melon ditanam, seperti Golden Luna, Golden Langkawi, Golden Devina, Pearl Lady, Sweet D-165, Honey White, dan Sweetnet.
Buah tersebut memiliki warna dan tekstur yang unik. Melon jenis Pearl Lady, Sweet D-165 dan Honey White berwarna putih tanpa tekstur. Sedangkan jenis Golden Luna, Golden Langkawi dan Golden Devina memiliki warna kuning cerah.
Kelebihan melon hidroponik dibanding melon hamparan, menurut Noni, lebih manis. Jenis Golden Luna dan Golden Langkawi juga lebih kriuk dan renyah. “Meski di dalamnya ada warna putih yang lebih tebal, tidak apa-apa dimakan, manis juga,” tutur Noni.
Dengan pola tanam hidroponik, akar tanaman tersuspensi dalam larutan air yang kaya nutrisi. Metode ini juga memberikan kontrol yang tepat atas lingkungan tumbuh, pengiriman nutrisi, dan penggunaan air.
Green house Omah Melon Pule Indah menggunakan 100 persen hidroponik dengan sistem Nutrient Film Technique (NFT). Salah satu teknik hidroponik dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan campuran air dan nutrisi dangkal yang disirkulasikan secara terus menerus.
Selain lebih simpel, keuntungan menggunakan sistem hidroponik NFT adalah pemenuhan kebutuhan air. Ini berbeda dengan metode konvensional yang membutuhkan tenaga lebih banyak. Hasilnya bisa disebut memuaskan. Satu buah melon bisa mencapai bobot satu kilogram.
Melon tersebut dibanderol Rp27.000 per kilogram. Khusus jenis Sweetnet dipatok Rp30.000 per kilogram. Penjualan dilakukan langsung di lokasi green house.
Di awal panen, Noni mengaku sempat terkendala pemasaran. Ia bingung mencarai lokasi dan sasaran penjualan. Noni pun terpaksa menawarkan kapada teman-teman melalui whatsapp.
“Awal-awal panen dulu sempat bingung, panen banyak tapi bingung mau memasarkan dimana. Sekarang panen langsung habis. Orang dateng beli langsung banyak,” jelas Noni.
Untuk menjaga jarak panen agar tidak terlalu lama, Noni menerapkan tanam bergantian. Dia tidak langsung menanam di empat green house sekaligus. Sehingga panen dan penjualan bisa dilakukan bergiliran.
Meski sangat efektif, Noni mengakui jika pembuatan green house tidak bisa dibilang murah. Ini yang menjadi kendala para petani hidroponik dengan modal pas-pasan.
Penulis: AK Jatmiko
Editor: Hari Tri W