Bacaini.id, SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tengah fokus pada penguatan dan peningkatan ketahanan keluarga. Hal ini sebagai upaya mewujudkan Kota Surabaya menuju Kota Layak Anak (KLA).
Upaya mewujudkan Kota Surabaya menuju KLA dimulai dari metode pola asuh pada anak atau parenting yang tepat bagi anak. Untuk mengimplementasikan kegiatan tersebut, Pemkot Surabaya menyediakan layananan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) sampai di Balai RW.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan, Puspaga merupakan layanan konseling atau konsultasi yang dilakukan secara langsung maupun secara daring mengenai anak, remaja, keluarga, anak berkebutuhan khusus, hingga calon pengantin (catin).
Layanan fasilitas tersebut berupa sosialisasi, edukasi, dan informasi serta bimbingan masyarakat melalui kegiatan catin, kelas parenting, Puspaga Balai RW, Talkshow Ngobrol Asik Bareng Puspaga (Ngobras), Live IG (siaran langsung melalui aplikasi Instagram) atau Webinar Parenting Jumat Seru, serta publikasi komunikasi informasi edukasi media cetak dan elektronik.
“Kita sudah mulai jalan, seperti di Balai RW 5 Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng Surabaya sebagai Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Di sana juga sudah berjalan program Sinau dan Mengaji Bareng,” kata Eri, Kamis, 22 Juni 2023.
Selain menjadi sarana pembelajaran dan konseling bagi para orang tua, Puspaga juga menyediakan bimbingan konseling pranikah. Semua fasilitas yang diberikan oleh Puspaga dapat diakses secara gratis oleh seluruh warga Kota Surabaya.
“Puspaga juga memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Selain itu pemenuhan hak anak di tingkat RW bagi keluarga berjejaring banyak pihak, serta masyarakat pemerhati keluarga, khususnya perempuan dan anak,” tambah Eri.
Kepala DP3A-P2KB Surabaya, Ida Widayati mengatakan bahwa saat ini, 207 Balai RW di Surabaya telah membuka layanan Puspaga dengan memberikan bimbingan konseling bagi orang tua untuk memahami peran mereka dalam membentuk karakter anak.
“Dari sisi petugas kita sudah bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di Surabaya, termasuk mahasiswa penerima beasiswa yang difasilitasi oleh Pemkot Surabaya. Mereka membantu kami mendata beberapa kasus yang membutuhkan psikolog profesional maupun konselor yang ada di DP3A-P2KB,” jelas Ida.
Ida mengakui, DP3A-P2KB Surabaya membutuhkan banyak relawan yang bergelar sarjana psikologi dalam pelaksanaan Puspaga di Balai RW. Sebab, jika belum menyelesaikan pendidikan tersebut, mereka belum bisa menerima konseling.
Karenanya, dia berharap semakin banyak lulusan yang telah menyandang gelar sarjana psikologi dapat bekerjasama dengan Pemkot Surabaya dalam memberikan pelayanan kepada warga melalui Puspaga di Balai RW.
“Kita masih berupaya untuk menjaring itu karena membutuhkan banyak tenaga untuk Puspaga di Balai RW. Sebab, layanan Puspaga berjalan bersamaan. Semoga kedepan banyak yang bisa bergabung,” ungkapnya.
Sejauh ini, lanjut Ida, sebagian besar keluhan yang diterima di Puspaga Balai RW adalah mengenai anak-anak yang dianggap tidak patuh terhadap orang tua. Keluhan itu disampaikan oleh para orang tua yang belum memahami cara berkomunikasi dengan anak.
“Semua tidak selalu kesalahan anak, karena banyak orangtua yang memaksakan kehendaknya, hal itu memicu terciptanya komunikasi yang kurang baik dengan anak,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya rutin melakukan sosialisasi pola asuh dan pencegahan kenakalan remaja agar mereka tahu kenapa anak bisa berperilaku seperti itu. Serta bagaimana cara untuk bisa dipahami.
Ida mencontohkan, dalam pelaksanaan Puspaga di Balai RW, DP3A-P2KB Surabaya juga berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya. Salah satunya melalui program Sinau dan Ngaji Bareng di Balai RW.
Menurutnya, Puspaga di Balai RW juga bisa menjadi ruang curhat bagi anak dan hingga saat ini para petugasnya bersama dengan mahasiswa perguruan tinggi terus memberikan edukasi mengenai pola asuh yang tepat bagi anak.
“Forum Anak Surabaya (FAS) saat ini sudah berjalan untuk melakukan pendekatan kepada anak-anak lewat Sinau dan Ngaji Bareng di Balai RW. Harapannya akan terjalin kedekatan, nantinya FAS juga bisa menjadi konselor sebaya,” jelasnya.
Lebih lanjut, dalam upaya penanganan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, DP3A-P2KB Surabaya telah memetakan kebutuhan tersebut. Pada kasus tertentu yang membutuhkan pendampingan dari psikolog profesional, DP3A-P2KB Surabaya telah membaginya di setiap wilayah di Kota Surabaya.
“Pada beberapa kasus kekerasan, Puspaga tingkat kota akan turun untuk melakukan pendampingan. Petugas menyampaikan data kasus dan korban, langsung kita tindaklanjuti. Untuk kasus yang bersifat sedang maka konselor DP3A-P2KB yang akan turun melakukan pendampingan,” tandasnya.
Penulis: Salman
Editor: Novira