Bacaini.id, SURABAYA – Sistem proporsional tertutup diusulkan diterapkan dalam pemilihan umum 2024 mendatang. Pro kontra mewarnai gugatan uji materi (judicial review) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan beragam asumsi politiknya.
Sistem proporsional tertutup adalah penentuan kandidat yang bukan berdasar jumlah suara masing-masing individu, tetapi dari perolehan suara terhadap partai politik. Dalam mekanisme ini, pemilih memberikan suara kepada partai politik, bukan kepada calon legislatif. Sehingga penentu keterpilihan caleg sepenuhnya ditentukan pengurus partai politik berdasarkan nomor urut.
Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR), Ali Sahab SIP., M.Si. menilai penerapan sistem proporsional tertutup sebagai kemunduran demokrasi. “Dalam sistem pemilihan tertutup, masyarakat tidak mempunyai kebebasan dalam memilih calon legislatif, karena hanya memilih gambar partai,” katanya dikutip dari laman unair.ac.id.
Menurut Ali Sahab, sistem pemilihan tertutup membatasi pemilih untuk memilih partai politik secara keseluruhan. Sehingga kandidat legislatif ditentukan oleh partai sejumlah kursi yang didapatkan. Mekanisme ini dapat berdampak pada turunnya tingkat partisipasi dikarenakan tidak adanya caleg yang dikenal dan dapat dipilih dalam surat suara.
Kepemilikan hak dalam menentukan posisi dan urutan caleg yang melaju menjadi legislatif juga berdampak pada kepengurusan partai. Posisi pengurus partai yang sangat dominan akan memicu eskalasi perebutan posisi ketua partai.
“Sistem ini akan semakin memperkuat partai, khususnya pada posisi ketua partai. Sehingga dampak lainnya, kedudukan sebagai ketua partai akan menjadi rebutan,” jelas Ali Sahab.
Di Indonesia, kedua sistem itu sama-sama pernah digunakan. Sistem tertutup pernah digunakan pada pemilu 1955 dan 1999, sedangkan sistem terbuka pada pemilu legislatif tahun 2009, 2014, dan 2019.
Meski memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, menurut Ali, sistem terbuka menjadi sistem yang mendukung adanya aspek demokrasi bagi masyarakat.
“Sistem pemilu terbuka merupakan sistem yang cukup mewakili keterwakilan daerah pemilihan, artinya pemilih ‘setengah’ tahu siapa yang menjadi wakilnya di tingkat legislatif,” ucap Ali.
Penulis: Hari Tri Wasono