Bacaini.id, TULUNGAGUNG – Mencoba menganal dan mendekatkan diri pada Tuhan bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara unik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dapat melalui seni Tari Sufi.
Seorang praktisi Tari Sufi di Tulungagung, Dhayana mengatakan, Tari Sufi merupakan sebuah tarian yang berasal dari seorang ahli Tasawuf atau Sufi bernama Jalaludin Ar Rumi. Tarian itu kemudian berkembang dan meluas sampai ke Indonesia.
“Awal mula saya mengenal Tari Sufi itu waktu kuliah, pada saat mengkaji Tokoh Sufi, Jalaludin Ar Rumi,” kata Dhayana, kepada Bacaini.id, Senin, 5 Desember 2022.
Menurutnya, gerakan Tari Sufi terbilang unik karena penari harus melakukan gerakan memutar berlawanan arah jarum jam dengan betumpu pada kaki. Gerakan ini melambangkan putaran alam semesta. Variasi gerakan biasanya dilakukan dengan gerakan tangan.
Busana yang dikenakan oleh penari sufi juga tidak kalah unik. Mulai dari bagian penutup kepala berbentuk lonjong, hingga pakaian dengan bawahan melebar. Busana ini memiliki makna kematian, dengan tujuan agar manusia selalu mengingat keimanan dan kematian.
“Jadi tarian ini memiliki makna filosofi kehidupan dan sebagai bentuk kecintaan kepada Illahi,” terangnya.
Sebelum sampai tahap pemaknaan Tari Sufi, seseorang harus lebih dulu mengerti cara menari sufi dengan benar. Mulanya seseorang akan diajari untuk menari memutar dengan memusatkan fokus pada salah satu tangan. Hal ini bertujuan untuk menghindari pusing.
Setelah berhasil, pemusatan fokus tidak lagi di telapak tangan melainkan dalam pikiran, hingga seorang penari sufi bisa fokus pada dzikir yang dilantunkan pada saat melakukan gerakan Tari Sufi.
“Ketika menari itu tidak hanya sekedar menari, tetapi juga melantunkan dzikir dan menghayatinya dalam hati. Hal inilah yang kami gunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan,” ungkapnya.
Perempuan berkerudung itu menambahkan, untuk durasi Tari Sufi juga bervariasi, tergantung berapa lama musik iringan yang dimainkan. Selain itu, jika pada saat seorang penari merasa pusing ditengah pertunjukan, dilarang langsung berhenti, karena malah memperparah keadaan.
“Biasanya saya menari di acara keagamaan Islam. Sekali tampil, biasanya minimal tiga penari. Kalau pusing, penari harus berhenti perlahan lalu melakukan gerakan rukuk atau sujud untuk meringankan rasa pusing yang dialami,” imbuhnya.
Penulis: Setiawan
Editor: Novira