Bacaini.id, SURABAYA – Kasus kekerasan yang mengakibatkan nyawa dua pelajar melayang menjadi perhatian serius Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Dia meminta setiap sekolah membentuk satgas perlindungan siswa.
Dalam dua bulan terakhir dunia pendidikan di Jawa Timur dinodai tindak kekerasan hingga berujung kematian. Kasus pertama terjadi di SMK Jember pada Agustus 2022, di mana seorang siswa klas X ditendang oleh teman sekolahnya. Tendangan yang mengenai dagu itu membuat korban pingsan dan meninggal. Perbuatan itu dipicu cemburu.
Kejadian lain menimpa pelajar SMA klas XI di Sidoarjo yang tewas setelah berkelahi dengan teman satu asrama. Pelajar asal Enrekang Sulawesi Selatan itu terjatuh dari lantai tiga setelah berkelahi dengan teman sebayanya. Dia mengalami pendarahan otak saat dirawat di rumah sakit.
Menurut Khofifah, secara formal sekolah bertanggungjawab atas siswa selama berada di lingkungan sekolah dan pada jam belajar. Sehingga perlindungan anak menjadi tanggung jawab bersama.
“Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban,” kata Khofifah dalam siaran pers yang diterima Bacaini.id, Senin, 26 September 2022.
Beberapa bentuk kekerasan itu adalah mempermalukan seseorang di depan orang lain, menuliskan komentar yang menyakitkan di sosial media, mengancam, menakut-nakuti orang lain sampai yang bersangkutan tidak nyaman, hingga menyebarkan cerita bohong mengenai orang lain.
Catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut secara nasional ada 18 kasus kekerasan di satuan pendidikan selama tahun 2021. Sebagai bentuk perlindungan kepada siswa di lingkungan sekolah, Khofifah menginstruksikan pembentukan satgas perlindungan siswa di sekolah kepada Dinas Pendidikan Jawa Timur.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Wahid Wahyudi menuturkan pihaknya telah mendorong semua kepala sekolah melalui cabang dinas pendidikan wilayah untuk membuat satgas perlindungan siswa di sekolah.
Pihak yang terlibat dalam keanggotannya adalah sekolah, orang tua siswa atau komite, serta siswa atau OSIS. Sementara bagi sekolah dengan boarding school yang ada di kawasan pesantren atau kawasan lainnya, perlu ditambahkan perwakilan dari pesantren atau pengelola asrama.
Penulis: HTW
Tonton video: