Bacaini.id, TULUNGAGUNG – Sejumlah nelayan di Tulungagung mengeluhkan sulitnya mencari solar untuk melaut. Koordinasi bersama pihak terkait sudah dilakukan beberapa kali, namun hingga saat ini mereka belum juga mendapatkan solusi.
Keluhan yang disampaikan nelayan ini tentu saja berdasar. Tanpa bahan bakar itu, para nelayan tentu saja tidak akan bisa melaut. Padahal, tidak melaut satu hari saja, mereka bisa menderita kerugian besar hingga mencapai nilai pulihan juta rupiah.
Salah satu nelayan yang merasakan kesulitan ini adalah Sadat. Salah satu nelayan di Panti Popoh Tulungagung ini mengatakan bahwa dirinya bersama nelayan yang lain seringkali tidak bisa pergi melaut karena kesulitan mencari solar. Kondisi itu tentu saja membuat para nelayan merugi. Nilai kerugiannya pun tidak main-main, bisa mencapai Rp20 juta.
“Misalnya, harga ikan paling murah Rp5.000 perkilogram dan tangkapan ikan dalam sehari mencapai empat ton, jadi setara dengan uang Rp20 juta. Itulah yang terjadi ketika kita kesulitan cari solar sampai tidak pergi melaut, sehari saja kita rugi segitu,” kata Sadat kepada Bacaini.id, Selasa, 16 Agustus 2022.
Dalam sekali melaut, lanjutnya, nelayan membutuhkan solar sekitar 300 liter. Yang menjadi masalah adalah ketika nelayan membeli solar di SPBU, mereka harus dibatasi dengan kuota yang ditentukan, sehingga kebutuhan solar tidak bisa tercukupi. “Untuk membeli solar di SPBU kita juga harus membawa surat rekomendasi dari kepala desa. Belum lagi, ketika sudah sampai di SPBU, seringkali solar kosong, kan kita jadi rugi juga,” bebernya.
Dikatakannya, permasalahan solar untuk nelayan di Tulungagung ini sudah seringkali dikoordinasikan dengan dinas terkait. Dimana pada intinya para nelayan meminta untuk dibuatkan SPBN, agar ketersediaan solar untuk nelayan bisa terjamin. Tetapi sampai saat ini permintaan tersebut masih belum juga terealisasi.
“Kita hanya minta ada SPBN di Tulungagung, agar para nelayan tidak kebingungan lagi mencari solar untuk melaut,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Besole, Suratman menambahkan bahwa pada saat musim ikan, kebutuhan solar nelayan di Pantai Popoh bisa mencapai 10.000 liter untuk sekali melaut. Bahkan kebutuhan itu masih bisa meningkat pada puncak musim ikan. Sedangkan untuk mendapat solar di SPBU, mereka seringkali kesulitan juga karena terbatasnya kuota.
“Nelayan ini hanya menggantungkan hidupnya dengan cara melaut. Sedangkan untuk melaut mereka butuh solar, tapi di SPBU sering kosong, kalau ada pun harus dibatasi kuota, kan kasihan mereka,” kata Suratman.
Suratman mengaku bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Pemkab Tulungagung terkait pengadaan SPBN. Karena bagaimanapun ketika memasuki musim ikan tetapi kebutuhan solar tidak terpenuhi, mereka akan tetap merugi.
“Kalau masalah ini tidak segera ditangani, bisa menjadi masalah yang berkepanjangan,” imbuhnya.
Terpisah, Wakil Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo megungkapkan bahwa beberapa waktu lalu pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan pertamina untuk segera membuat SPBN di Tulungagung. Namun, sampai sekarang, pertamina masih belum memberi keputusan.
“Kami akan terus mendorong pertamina agar segera membuat SPBN di Tulungagung. Dengan harapan, jika sudah ada SPBN kebutuhan solar untuk nelayan di Tulungagung bisa terpenuhi,” ujar Gatut.
Sementara itu, Sales Area Manager Pertamina Wilayah Karesidenan Kediri, Valino membenarkan bahwa Pemkab Tulungagung telah mengajukan permintaan pembuatan SPBN. Pihaknya pun mengaku tengah melakukan kajian terkait permintaan tersebut. Namun, terkait realisasinya pihaknya masih belum bisa memberikan jawaban lebih lanjut.
“Kami masih melakukan kajian terhadap permintaan SPBN di Tulungagung dan memang belum ada lagi tidak lanjut,” pungkasnya.
Penulis: Setiawan
Editor: Novira