Bacaini.id – Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) merilis Pilkada tahun 2020 didominasi pasangan calon tunggal. Jumlah pasangan calon tunggal tercatat 25 kandidat pada pilkada tahun itu, dan semuanya memenangkan pemilihan.
Menariknya, kemunculan mereka tidak hanya di daerah berpenduduk kecil, dengan pendapatan asli daerah (PAD) kecil, tetapi juga wilayah dengan penduduk besar.
Fenomena ini membuktikan bahwa biaya politik dari tahun ke tahun semakin mahal. Partai politik juga kurang tertarik menjaga marwahnya untuk mengusung calon sendiri.
Alasan lain yang muncul adalah sikap apatis para kandidat atas hegemoni partai politik yang memasang syarat tinggi dan mahal. Sudah menjadi rahasia umum jika mahar politik berjalan seiring terbitnya surat rekomendasi dari partai politik. Belum lagi biaya kampanye dan operasional politik untuk memenangkan pilkada.
Menurut saya, ada dua alasan penyebab tingginya tren calon tunggal:
- Para calon kepala daerah kapok menjadi ‘sapi perahan’ partai politik, dengan tidak ada jaminan sepenuhnya untuk memenangkan pilkada. Hal ini tidak sebanding dengan mahar untuk mendapatkan rekomendasi.
- Partai politik tidak terlalu tertarik memperjuangkan calon mereka pada daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan nilai PAD kecil. Ini tidak sebanding dengan ongkos politik yang dikeluarkan.
Sedikitinya calon pasangan pilkada yang muncul ini menjadi ukuran menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia. Tingkat partisipasi publik pada proses politik juga kecil dengan berbagai faktor. Mayoritas merasa jengah dengan janji-janji politik serta dominasi partai politik.
Kondisi tersebut pada akhirnya mempengaruhi kualitas calon kepala daerah yang muncul. Faktanya, kandidat yang memiliki kemampuan dan program kerja jelas justru tidak berkesempatan mencalonkan diri. Sebab biasanya kandidat seperti ini kurang didukung kemampuan logistik memadai.
Dampaknya tentu saja kepada masyarakat. Tidak adanya pilihan calon kepala daerah yang ada membawa pertaruhan pembangunan masyarakat lima tahun ke depan. Untuk itu perlu kiranya dipertimbangkan mengubah regulasi pemilihan kepala daerah agar lebih mengakomodir kandidat seluas-luasnya, dengan pelaksanaan pilkada yang murah.
Penulis: Danny Kunto Wibisono*
*) Mahasiswa Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta (2020210009)