Bacaini.id, KEDIRI – Ini adalah kisah nyata seorang pasien yang dirawat di Ruang Intensive Care Unit (ICU) rumah sakit Kediri. Saat dinyatakan kritis secara medis, ruhnya melayang menuju gerbang kematian.
Pengalaman ini dibagikan oleh Afnan Subagio, warga Desa Datengan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Pria berusia 42 tahun itu mengalami peristiwa luar biasa saat terjangkit virus Covid-19 varian Delta tahun 2021 lalu. “Saya sempat kritis dan dirawat di ICU beberapa hari. Itu perjuangan hidup dan mati,” katanya kepada Bacaini.id, Selasa, 29 Maret 2022.
Kisah itu dimulai saat Afnan tiba-tiba merasa tidak enak badan. Selain demam, nafasnya juga terasa sesak. Tak ingin mengambil resiko dia segera mencari pertolongan ke rumah sakit di Kota Kediri.
Dalam perjalanan tersebut saturasi oksigennya terus menurun, mencapai angka 60. Perlahan-lahan kesadarannya mulai berkurang. “Saya melihat jalan raya tiba-tiba menjadi lebar sekali, sampai bingung harus memposisikan kendaraan di mana. Saya kuatkan untuk sampai di rumah sakit,” kata Afnan.
Dengan bersusah payah Afnan bisa mencapai rumah sakit terdekat dan memarkir kendaraan dengan aman. Dia berjalan menuju ruang IGD yang ternyata telah dipenuhi banyak orang. Saat itu kasus Covid di Kota Kediri sedang tinggi-tingginya.
Sambil mempertahankan tubuh agar tidak ambruk, Afnan menunggu giliran diperiksa. Hingga akhirnya dokter memutuskan untuk rawat inap karena kondisinya terus memburuk.
Masih berada di ruang transit IGD, Afnan menempati tempat tidur (brankar) berjajar dengan pasien lain. Dia berada di brankar urutan ketiga dari 10 brankar yang semuanya terisi pasien Covid.
Dengan selang infus dan oksigen yang terpasang, Afnan melihat sekeliling. Tampak beberapa petugas medis sedang berkumpul di brankar paling ujung. Terdapat seorang pasien usia lanjut yang tak sadarkan diri. Beberapa kali tangan dokter menekan dadanya untuk memancing kerja jantung. Namun usaha itu sia-sia. Perawat menutup wajahnya dengan selimut dan melepas peralatan medis yang terpasang. Pasien itu meninggal dunia.
Tak berapa lama petugas kembali berkerumun di brankar kedua, bersebelahan dengan Afnan. Sama seperti pasien pertama, petugas menekan dada pasien untuk memacu kerja jantung. Upaya itu pun berakhir ketika petugas menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan melepas peralatan medis. Lagi-lagi pasien itu tak bisa diselamatkan.
Melihat dua pasien di sebelahnya meninggal, Afnan panik. Dia merasa nyawanya sedang di ujung tanduk. Apalagi rasa kantuk yang menyergapnya makin kuat. “Saya merasa ini giliran saya. Apalagi posisi brankarnya berurutan. Saya kemudian tertidur karena tak kuat membuka mata,” katanya.
Dalam tidurnya Afnan bermimpi berjalan di dalam ruang gelap. Dia tak bisa melihat apa-apa. Tiba-tiba terdengar suara keras yang membentaknya dari belakang. “Terus, kono lho dalane (terus, sana lho jalannya),” kata suara itu sambil mendorong punggungnya.
Karena terus dibentak Afnan berjalan mengikuti perintah suara itu. Beberapa kali dia sempoyongan karena didorong dari belakang. Afnan tak bisa melihat siapa orang itu.
Saat berjalan di kegelapan, Afnan melihat sebuah cahaya di kejauhan. Suara orang yang membentaknya juga mengarahkan ke sana.
Setelah tiba di tempat terang tersebut, Afnan berhenti. Dia melihat gapura besar berdiri di depannya. Gapura yang menjadi batas masuk dari tempat gelap menuju tempat terang.
Tepat di balik gapura Afnan melihat anggota keluarganya yang sudah meninggal. Mereka berdiri seperti menunggu kedatangan Afnan. Ada kakek, nenek, bapak, serta ibunya yang sudah lama meninggal dunia.
Afnan tergerak menghampiri mereka. Apalagi suara di belakangnya terus membentak menyuruhnya masuk melewati gerbang.
Ketika hendak melangkahkan kaki, Afnan melihat ibunya menghadang. Dia meminta Afnan untuk kembali ke tempat gelap. “Mbalikko, dalanmu dudu iki. Anak-anakmu sik cilik (kembalilah, jalanmu bukan ini. Anak-anakmu masih kecil),” kata ibunya kepada Afnan.
Afnan bingung. Dia ingin berkumpul dengan bapak ibunya di tempat terang. Tetapi ibunya justru memintanya kembali ke tempat gelap. Afnan bimbang. Dia sangat tidak ingin kembali ke tempat gelap.
Karena ibunya terus berteriak, Afnan membalikkan badan. Dia kembali menyusuri jalan gelap. Dalam kondisi bingung, samar-samar terdengar suara lain memanggilnya. Suara itu terdengar sangat jauh dan lirih. “Lama kelamaan suara itu makin terdengar keras. Saya juga merasa ada yang menampar muka saya,” katanya.
Afnan membuka mata. Dia melihat orang berpakaian putih berdiri di dekatnya. Orang itu yang memanggilnya dengan suara keras. Begitu melihat Afnan membuka mata, orang itu menanyakan namanya.
“Saya bingung, tidak ingat nama sendiri. Spontan saya mengulang nama yang dia sebutkan, Afnan,” tuturnya.
Baru dia menyadari jika sudah berada di ruang ICU dengan perlengkapan medis menancap di tubuh. Mesin dengan layar bergambar gelombang garis terlihat di sebelahnya, terhubung dengan kabel yang menempel di tubuhnya.
“Kata perawat itu, saya sudah koma selama dua hari. Padahal mimpi saya sangat pendek. Allah masih memberi saya kesempatan hidup kedua,” tutur Afnan mengakhiri ceritanya.
Penulis: Hari Tri Wasono
Tonton video: