Bacaini.id, BANGKALAN – Hingga saat ini, angka balita dan anak pengidap stunting di Kabupaten Bangkalan masih sangat tinggi. Bahkan, data balitbang Kementrian Kesehatan tahun 2021 menyebutkan prevalensi stunting pada anak dan balita di Kota Salak mencapai 38,9 persen dan menjadi angka tertinggi di Provinsi Jawa Timur.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Bangkalan, Aris Budiarto tak menampik tingginya angka stunting di Bangkalan. Meski begitu menurut Aris, angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
“Sekarang sekitar 2.287 anak yang mengalami stunting, tahun lalu sekitar 3.710 anak. Artinya mengalami penurunan hampir seribu,” kata Aris kepada Bacaini.id, Rabu 26 Januari 2022.
Menurutnya banyak hal yang menyebabkan terjadinya stunting. Diantaranya pernikahan usia muda, kurangnya pola asuh orang tua, serta asupan kesehatan. Untuk mengatasinya, Dinkes telah menjalin kerjasama dengan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya, seperti Dinas Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Sosial serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
“Kalau hanya dipasrahkan ke Dinkes tidak bisa, karena stunting ini harus ditekan bersama oleh semua pihak. Banyak faktor yang menyebabkan stunting, bukan dari faktor kesehatan saja,” terangnya.
Berdasarkan hasil perincian, penyumbang angka stunting terbanyak dari 18 Kecamatan di Bangkalan adalah Kecamatan Kokop, dengan jumlah penderita 343 anak atau sekitar 10,5 persen dari total 3.723 anak yang ditimbang.
“Terendah 1,7 persen di Kecamatan Kamal atau sekitar 41 anak dari 2.445 anak yang ditimbang. Gizi buruk atau kurang, rendah dan sangat rendah itu juga masuk stunting,” imbuhnya.
Sementara itu Ketua Dewan Kesehatan Rakyat Bangkalan, Muhyi meminta Pemkab Bangkalan untuk lebih serius dalam menekan angka penderita stunting. Sebagai pemerhati kesehatan, dia mengatakan pentingnya langkah promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam penanganan stunting.
“Langkah-langkah itu harus dilakukan dari hulu hingga hilir, penanganan harus dimulai dari calon pengantin, saat hamil dan bayi dilahirkan. Karena ini sangat menghawatirkan,” ujar Muhyi.
Muhyi juga meminta agar Dinas Kesehatan serta semua puskesmas di Bangkalan untuk benar-benar memperhatikan gizi dan pola asuh pada anak dan balita.
“Jangan sampai anak kurang gizi atau salah pola asuh. Untuk balita yang menderita stunting harus dikawal dari sisi gizinya. Selain itu edukasi terhadap masyarakat harus terus dijalankan,” tandasnya.
Penulis: Rusdi
Editor: Novira