Bacaini.id, TULUNGAGUNG – Langit masih gelap saat pekerja warung Mak Waris membuka kedainya. Warung kopi di ujung gang depan Kantor Desa Bolorejo, Kecamatan Kalangbret, Tulungagung itu sudah melayani pembeli sejak pukul 05.00 WIB.
Meski terlalu pagi untuk nongkrong di warung, tetapi tidak untuk warung Mak Waris. Bahkan ketika seluruh bangku belum tertata sepenuhnya, beberapa pelanggan sudah menunggu di depan warung. “Turun dari masjid (sholat Subuh) langsung ke sini,” kata Rahmawan, salah satu pelanggan warung Mak Waris kepada Bacaini.id, Sabtu, 6 Agustus 2022.
Rahmawan bukan seorang pengangguran. Dia pekerja di salah satu perusahaan swasta yang memiliki kewajiban ngantor pukul 07.00 WIB. Sejak masih menganggur dan belum berkeluarga, Rahmawan sudah terbiasa nongkrong di warung itu. Rumahnya hanya sepelemparan batu dari warung Mak Waris.
Meski di rumah juga tersedia kopi, Rahmawan tak bisa meninggalkan kebiasannya ngopi di warung.
Rahmawan bukan satu-satunya yang nongkrong di warung Mak Waris. Warung kopi ini memiliki banyak pelanggan dari berbagai usia. Tempatnya juga luas dengan daya tampung lebih dari 100 pengunjung. Di Tulungagung, warung kopi ini cukup melegenda karena berdiri sejak tahun 1975.
Soal menarik pelanggan, warung Mak Waris memang juara. Tak ada colokan listrik yang berseliweran di sana, dengan jaringan internet (wifi) seadanya. Kalaupun hendak mengisi daya ponsel, pengunjung harus mengantre beberapa colokan listrik yang tak banyak tersedia.
Meski tak dilengkapi sarana penunjang memadai, jumlah pelanggan warung Mak Waris tak surut sedikitpun. Mengingat internet dan colokan telah menjadi kebutuhan utama di tempat nongkrong saat ini.
Nyethe
Untuk mengalihkan kegiatan bermain ponsel, para pelanggan memiliki cara unik membunuh jenuh dengan nyethe. Nyethe adalah aktivitas mengoles-oleskan ampas kopi (cethe) ke batang rokok. Cara ini diyakini bisa meningkatkan kenikmatan saat merokok, mengingat kopi dan rokok adalah pasangan yang tak terpisahkan. “Rasanya seperti merokok sambil ngopi sekaligus,” kata Rahmawan.
Besarnya kebiasaan pengunjung warung untuk nyethe membuat pengelola warung menyediakan cethe khusus di cangkir. Hal ini memudahkan pengunjung mendapatkan cethe tanpa menunggu kopi mereka tandas.
Entah siapa yang mempopulerkan, kebiasaan nyethe bisa ditemui di semua warung kopi Tulungagung. Nyethe telah menjadi gaya hidup masyarakat, selain nongkrong di warung kopi berjam-jam.
Tak sekedar mengoleskan ampas kopi ke permukaan batang rokok, aktivitas ini lambat laun menjadi sebuah pekerjaan seni. Pengolesan cethe yang semula dengan jari tangan kini beralih menggunakan tusuk gigi.
Dengan tusuk gigi, goresan cethe di batang rokok bisa dihias. Berbagai tema dan motif mereka sematkan di atas batang rokok. Mulai bunga, motif batik, hingga tulisan terpampang dengan rapih di batang rokok. “Kalau cethenya bagus, gambarnya juga akan terlihat bagus,” jelas Rahmawan.
Besarnya kebiasaan nyethe masyarakat Tulungagung ini bahkan menarik beberapa pihak untuk menyelenggarakan kompetisi nyethe. Selain kampus Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, beberapa perusahaan rokok dan kopi telah menggelar kompetisi nyethe di Tulungagung.
Keberadaan lomba semacam ini sedikit banyak telah menarik minat pengunjung warung untuk belajar menggurat ampas kopi. Sehingga aktivitas di warung tak lagi bermain ponsel, tetapi mengutak-atik pola di atas batang rokok.
Untuk membuat satu guratan indah pada sebatang rokok setidaknya butuh waktu paling singkat lima menit. Sementara kebiasaan para pengunjung di warung ini adalah menggambar satu pack rokok mereka sekaligus.
Dengan jumlah rokok 12 batang, waktu menggurat ampas kopi bisa mencapai 60 menit. Sebab rokok yang baru dipoles tak langsung bisa dinikmati. Melainkan diangin-anginkan terlebih dulu hingga ampas kopinya meresap ke dalam rajangan tembakau.
Penulis : Hari Tri Wasono
Tonton video: