Bacaini.id, NGANJUK – Berawal dari keinginan menelusuri sejarah yang ada di daerah asalnya Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Aris Trio Effendi mengumpulkan berbagai benda purbakala dan berusaha mencari datanya. Sampai-sampai terbentuklah museum mini yang hingga saat ini berada di teras rumahnya.
Museum mini milik pria berusia 43 tahun yang berada di lereng Gunung Wilis tepatnya di sebelah selatan Candi Ngetos ini menyimpan ratusan benda purbakala mulai dari zaman prasejarah, klasik hingga kolonial Belanda.
“Benda-benda banyak, kita bentuk sebaik mungkin dan kita beri label, tulisan, keterangan, agar siapa saja yang berkunjung ke sini mengerti. Museum mini ini saya beri nama Museum Ngatas Angin,” kata Aris ditemui Bacaini.id di kediamannya, Senin 24 Januari 2022.
Aris tidak hanya mengumpulkan benda yang ada disekitar kediamannya saja, sehingga koleksi yang ada di museum mini miliknya lebih beragam. Dia juga memiliki beberapa koleksi berupa fosil, uang kuno, umpak, botol kuno, gerabah, kramik dan yang lainnya.
Rata-rata koleksi milik Aris berupa fosil yang didapatkannya dari daerah Nganjuk bagian utara. Aris beranggapan jika benda-benda ini tidak segera diselamatkan bisa jadi akan rusak seperti misalnya digunakan untuk fondasi rumah karena ketidaktahuan warga.
“Fosil kerang laut ini saya dapatkan dari Nganjuk utara, sengaja saya ambil, saya selamatkan, biar tidak digunakan warga untuk fondasi bangunan atau bahkan mungkin dirusak,” kata Aris sambil menunjuk salah satu benda yang dimaksudkan.
Menurutnya, museum mini miliknya ini seringkali dijadikan referensi bagi peneliti, pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Bahkan peneliti dari Balai Pelestarian Manusia Purba (BPSMP) Sangiran juga pernah mengunjungi museum Ngatas Angin ini.
“Dari BPSMP Sangiran datang kesini dan membawa fosil berupa gigi hiu dan fosil yang memiliki indikasi tulang manusia purba yang pernah saya selamatkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut,” bebernya.
Kecintaan Aris pada sejarah dan benda purbakala membuatnya teguh pada pendirian untuk tidak menjual koleksinya. Meskipun banyak orang yang datang untuk menawar dengan harga fantastis hingga mencapai puluhan juta rupiah.
“Sering ditawar orang-orang jauh itu, mulai dari benda prasejarah, benda klasik, tapi tidak saya jual. Meskipun harganya cukup untuk beli mobil tapi buat apa, itu hanya untuk senang sesaat saja,” tandasnya.
Museum mini milik warga Nganjuk ini merupakan binaan Museum Anjuk Ladang di bawah naungan Dinas Pariwisata, Kepemudaan, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk. Sebagian koleksinya telah didaftarkan di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penulis: Asep Bahar
Editor: Novira