Bacaini.id, KEDIRI – Hengky Novaro Arsil tak bisa menahan tangis saat berbicara di depan pusara Ibrahim Tan Malaka. Suaranya parau tatkala mengisahkan perjalanan hidup pamannya yang rela berpindah-pindah meninggalkan kampung halaman demi memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
“Dia akhirnya mati di tangan bangsanya sendiri,” kata Hengky terisak. Hengky adalah pewaris gelar Datuk Tan Malaka ketujuh, yang meneruskan jabatan pemimpin adat Ibrahim Tan Malaka keempat yang meninggal di lereng Gunung Wilis tahun 1949 silam.
Siang itu, Selasa 21 Februari 2017, tepat 68 tahun kematiannya, ratusan masyarakat Minang menjenguk jasadnya. Mereka adalah para kerabat, masyarakat, tokoh adat, pejabat, hingga pecinta Tan Malaka yang datang dari Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, tempat kelahiran Ibrahim Tan Malaka.
baca ini Pejuang Minang Yang Hilang
Hari itu masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota menuntaskan janjinya menjemput jasad Tan Malaka untuk dibawa pulang. Sekaligus menuntaskan prosesi penyerahan gelar adat kepada Hengky Novaro Arsil, sebagai pucuk pimpinan adat atas 142 Niniak Mamak atau penghulu (kepala kaum) di wilayah 3 Nagari (desa) di Kecamatan Suliki dan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota.
Sesuai ketentuan adat, penyerahan gelar harus dilakukan di atas makam Datuk Tan Malaka. Karena itu masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota berkeinginan memboyong makam tersebut ke kampung mereka untuk disandingkan dengan makam Datuk lainnya.
Di tanah kelahirannya, Tan Malaka adalah pucuk pimpinan adat yang dihormati. Keinginan warga Sumatera Barat untuk membawa pulang jasad sang Datuk ke kampung halaman adalah bentuk penghormatan yang sangat dalam.
baca ini Menjemput Ketua Adat
Menempuh perjalanan berhari-hari menggunakan bus dan kendaraan pribadi, puluhan warga Kabupaten Limapuluh Kota menyeberangi lautan menuju Kediri. Perjalanan ini sangat penting untuk menjaga keberlangsungan pimpinan adat masyarakat Minang sepeninggal Tan Malaka.
Rombongan yang dipimpin Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan ini mengajak serta anggota DPRD, keluarga Tan Malaka, ketua adat, serta sebagian masyarakat untuk menyaksikan prosesi penjemputan gelar di Kediri.
Selain mengenakan pakaian adat Minang, sebagian rombongan memboyong pula peralatan upacara seperti kotak kayu atau peti peninggalan Ibrahim Tan Malaka, kain kafan, foto almarhum, foto Presiden dan Wakil Presiden RI beserta lambang Negara burung Garuda. Selain itu, satu lembar bendera merah putih dan buku berjudul “Mencari dan Menemukan Tan Malaka” turut dibawa para peziarah.
Di depan ratusan warga Lima Puluh Kota dan masyarakat Desa Selopanggung yang memadati makam, Ferizal Ridwan menyampaikan syukur atas penemuan makam leluhurnya ini. Sejak kematiannya 68 tahun silam, masyarakat dan keluarga Ibrahim Tan Malaka melakukan pencarian hingga ke pelosok negeri. Bahkan sampai bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, upaya pencarian itu tak pernah berhasil. “Hingga pada tahun 2007 Harry Poeze menemukan jejak makam datuk kami, pencarian kami nyatakan selesai,” kata Ferizal.
Dengan ditemukannya makam Tan Malaka, masyarakat Lima Puluh Kota bisa menuntaskan prosesi adat penyerahan gelar Datuk Tan Malaka IV kepada Hengky Novaro Arsil sebagai pemegang gelar Datuk Tan Malaka VII di Kediri.
Usai penobatan Hengky Novaro Arsil menjadi Datuk Tan Malaka VII, prosesi dilanjutkan dengan pengambilan beberapa genggam tanah pekuburan oleh delapan ketua adat dan keluarga. Tanah yang dijumput dari atas pusara ini dimasukkan ke dalam peti kayu beralas kain kafan. Peti kayu tersebut merupakan benda peninggalan Ibrahim semasa hidup yang hingga kini tersimpan di rumah kelahirannya di Pandam Gadang.
“Saya berterima kasih kepada masyarakat Kediri yang telah merawat makam Datuk kami,” kata Ferizal usai pengambilan tanah, mewakili warga Pandam Gadang. (HTW)