Bacaini.id, KEDIRI – Istilah susis pernah meledak pada tahun 2010. Komedian Entis Sutrisna atau Sule sukses mengenalkan akronim suami sieun istri (Susis) atau suami takut istri dalam sebuah judul lagu album Prikitiew.
Sebagai bahasa prokem, susis viral di mana-mana, menjadi bahan “ghibah”sekaligus olok-olok di ruang-ruang sosial.
Terminologi susis dipakai menyerang para suami yang ketahuan “inferior” di hadapan istri. Di kafe, di warung kopi, di angkringan, di sawah, di pos-pos tongkrongan, susis dilekatkan kepada laki-laki yang “tidak bernyali” di depan pasangan.
Susis menyudutkan laki-laki yang hanya berani liar di luar: om-om genit, mas-mas ganjen, tukmis (batuk klimis) yang tak tahan melihat perempuan berbodi menawan. Laki-laki yang sesampai di rumah dan bersitatap dengan istri, buru-buru memasang tampang innocent.
Suami takut istri adalah realitas sosial. Dalam sejarah hubungan suami dan istri, susis bukan sesuatu yang baru. Pakubowono III, Raja Surakarta Hadiningrat (1749-1788) tercatat pernah dibikin lari terbirit-birit oleh Ratu Kencana, istrinya yang berdarah Madura.
Kisah “susis” Pakubuwono III dibeberkan dalam Babad Prayud karya pujangga istana, Yasadipura. Pakubuwono yang diiringi abdi dalem memilih kabur begitu melihat Ratu Kencana meradang.
Saking takutnya, Raja Jawa itu sampai nekat memanjat tembok istana. Celakanya, saat menaiki tembok istana sisi Timur, Pakubuwono III yang tergesa-gesa tidak sadar celananya telah ketinggalan.
“Seorang abdi dalem yang kecil diperintah meminjam celana,” demikian yang tertulis dalam buku Jawa On The Subject of Java (2003).
Sri Susuhunan Pakubuwono III merupakan Raja Jawa Pertama yang pelantikannya dilakukan oleh kompeni Belanda. Pakubuwono III menduduki tahta pada saat usianya masih menginjak 17 tahun.
Raden Mas Suryadi menggantikan Pakubuwono II, ayahnya yang sebelumnya sakit keras dan kemudian wafat. Pada masa pemerintahan Pakubuwono III keraton Surakarta Hadiningrat diketahui penuh dengan intrik dan konflik.
Pangeran Mangkubumi, adik Pakubuwono II tiba-tiba memberontak dan itu membuat. Pakubuwono III terdesak. Pangeran Mangkubumi yang dibantu Belanda berhasil mendapat wilayah kekuasaan di Yogyakarta.
Pakubuwono III diketahui menikahi Kanjeng Ratu Kencana asal Madura saat masih berstatus pangeran (1748). Persoalan yang timbul dipicu urusan anak yang tidak segera hadir. Selama 13 tahun bertahta, Pakubuwono III tidak kunjung mendapat keturunan yang diharapkan menjadi pewaris kekuasaan.
Raja menyiapkan skenario perceraian sekaligus mencari ratu pengganti, namun sayangnya Ratu Kencana diam-diam mencium gelagat itu. Hubungan rumah tangga Raja dan Ratu itu sontak tegang.
Begitu tahu hendak dipulangkan, ratu asal Madura melawan. Untuk urusan pemulangan ke Madura Pakubuwono III meminjam tangan pejabat tinggi kompeni Belanda Huprup Beman. Di halaman istana, di depan raja, Ratu Kencana mempertontonkan kenekatan khas Madura.
Ia menghunus keris kiai Bojiparang, kiai Urubjingga serta pistol kiai Kancaka Rupakinca. Ratu Kencana menantang suaminya bertempur sampai darah tumpah. Bukannya meladeni atau menenangkan, Pakubuwono III memilih kabur.
Setelah menuruni tembok istana dan mengenakan celana kembali, Pakubuwono III memilih sembunyi di tempat teraman. Raja masuk ke dalam Loji, benteng kompeni yang sekaligus tempat tinggal Huprup Beman.
Babad Prayud menceritakan, Raja Jawa gelisah, berjalan mondar-mandir tidak jelas. Huprup Beman yang sempat heran, kemudian menawarkan diri melakukan penyelamatan.
Petinggi kompeni Belanda itu mendatangi keraton dengan serombongan pasukan dan berteriak dengan nada gusar agar pintu keraton segera dibuka. Lantaran tak segera dibuka, pasukan kompeni Belanda mendobrak.
Tertulis dalam Babad Prayud, Huprup Beman sempat menendang pintu keraton tiga kali dan sontak engsel pintu rontok. “Pada tendangan keempat, pecah jadi empat dan pintu ambruk sebagian”.
Diiringi enam serdadu dengan Kapten Ajudan Bonggareken sebagai komandan, Huprup Beman merangsek masuk ke dalam istana. Apa yang ada di hadapannya? Ratu Kencana berdiri dengan posisi siap tempur.
Pada tangannya masih terhunus keris kiai Bojiparang. Tujuh orang abdi yang berdiri di sisi kiri dan kanan sang ratu, gemetaran. Huprup Beman yang terkenal banyak akal tidak mengimbangi kemarahan dengan kemarahan.
Ia memilih mengeluarkan jurus negosiasinya, yakni membujuk Ratu Kencana untuk bersedia keluar dari keraton. Upayanya sukses. Huprup Beman juga berhasil mengatur perceraian Pakubuwono III dengan Ratu Kencana yang pada akhirnya bersedia dipulangkan ke Madura dengan sebuah persiapan resmi.
Pakubuwono III diketahui menutup usia pada 26 September 1788 dengan pemakaman di Astana Kasuwargan Imogiri, Bantul Yogyakarta. Hingga hari kematiannya, situasi politik di keraton Surakarta Hadiningrat tidak pernah kondusif. Begitulah “kisah susis” yang pernah menghebohkan istana Raja Jawa.
Penulis: Solichan Arif