Ringkasan berita:
- Masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota menyatakan ikut meboikot TRANS 7
- Pihak TRANS 7 dinilai tidak memahami kultur pondok pesantren
- Ponpes Lirboyo memiliki andil dalam upaya pemulangan jasad Tan Malaka
Bacaini.ID, KEDIRI – Tayangan program televisi TRANS 7 yang dinilai melecehkan pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri memantik kemarahan masyarakat kampung halaman Tan Malaka di Pandam Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota. Mereka bersaksi jika pesantren tersebut sangat menjunjung tinggi adab dan kemuliaan para kyai.
Ketua Yayasan Ibratama (Ibrahim Tan Malaka) dan Palanta Aksi Sosial Kemanusiaan, Ferizal Ridwan menyatakan prihatin serta mengutuk keras tayangan TRANS 7 yang keliru memahami kultur pesantren.
“Kami bersaksi dan mengalami sendiri betapa tinggi adab, ilmu dan kemuliaan dalam menghormati para kyai serta pengasuh di Ponpes Lirboyo,” kata Ferizal kepada Bacaini.ID, Kamis, 16 Oktober 2025.
baca ini Trans7 minta maaf ke lirboyo pengasuh minta chairul tanjung datang sendiri
Ia menegaskan jika para santri dan pengasuh Ponpes Lirboyo memiliki ikatan emosional dan persaudaraan dengan masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, terutama keluarga besar dan keturunan Datuk Ibrahim Tan Malaka.
Menurut Ferizal, Ponpes Lirboyo memiliki andil besar dalam upaya pemulangan jasad Tan Malaka ke Sumatera Barat pada 22 Februari 2017 lalu. Saat itu, jasad Tan Malaka sempat disemayamkan di Ponpes Lirboyo untuk didoakan bersama seluruh santri, sebelum dibawa pulang ke tanah kelahirannya.
Pengasuh Ponpes Lirboyo KH Abdul Muid juga pernah berkunjung ke Kabupaten Lima Puluh Kota untuk membantu pemulangan jasad Tan Malaka yang dikubur di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.
“Untuk itu kami mendukung upaya boikot kepada TRANS 7 agar belajar memahami peran pesantren kepada republik ini,” kata Ferizal.
Penulis: Hari Tri Wasono