Bacaini.ID, JAKARTA – Jauh sebelum dikenal sebagai Ketua Umum ormas GRIB Jaya yang berhadapan dengan mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo.
Hercules pernah hidup sebagai penjaja rokok di jalanan pasar Tanah Abang, Jakarta. Itu setelah dirinya tidak kerasan jadi buruh komponen elektronik di sebuah bengkel di Jakarta.
Dalam wawancara di sebuah media nasional pada medio 2000-an, Hercules mengaku sempat menjalani hari-hari dengan penuh rasa was-was.
Hidupnya merana oleh upah kecil dan kemiskinan, serta setiap waktu senantiasa bersiaga dengan senjata tajam di tangan.
“Pada masa itu saya tidur di kolong jembatan. Tidak pernah tidur enak, dan selalu pegang pedang. Pergi mandi pun bawa pedang, karena musuh bisa menyerang kapan saja,” tutur Hercules dikutip dari buku Politik Jatah Preman (2015).
Hercules menjejakkan kaki di Jakarta pada penghujung tahun 1980-an melalui sebuah operasi “diam-diam” yang didanai sebuah Yayasan di Jakarta.
Operasi yang diketahui untuk menangkal persepsi minor internasional terhadap Indonesia terkait isu masyarakat Timor yang terpinggirkan.
Awal-awal ia memperkenalkan diri sebagai Rosario De Marcal, nama lahirnya, putra seorang petani Dili, ibukota Timor Timur (Timor Leste).
Orang tuanya konon terbunuh dalam sebuah peristiwa pengeboman udara Ainaro pada tahun 1978 dan ia sejak umur belasan diasuh oleh militer Indonesia.
Perawakan Rosario memang kerempeng. Namun 100 kg karung beras di gudang logistik pasokan militer Timor Timur, dengan mudah dipikulnya.
Dari peristiwa kekuatan otot itu, sejumlah tentara Indonesia memanggilnya Hercules, sebutan yang merujuk sosok manusia kuat dalam mitologi Yunani.
Hercules memiliki catatan dedikasi yang mengesankan di lingkungan militer Indonesia, khususnya pada masa-masa menjelang kemerdekaan Timor Leste.
Ia bekerja sebagai Tenaga Bantuan Operasi (TBO) militer Indonesia.
Pengabdiannya sebagai pembawa perlengkapan: memasak hingga memandu jejak, telah mengantarkannya kehilangan sebelah mata dan tangan.
Mata dan tangan yang kabarnya terenggut oleh peristiwa pertempuran melawan gerilyawan Falintil tahun 1988. Ia mengalami kecelakaan helikopter.
Sejak peristiwa itu Hercules semakin dekat dengan militer Indonesia, khususnya beberapa perwira tinggi dan kelak menentukan nasibnya selama merantau di Jakarta.
Naik Kelas
Dari seorang penjaja rokok di jalanan pasar Tanah Abang, nama Hercules disegani sebagai sosok yang menakutkan, khususnya di kawasan Tanah Abang.
Momentum itu berlangsung pada tahun 1993. Setelah Hercules dan gengnya berani melawan kelompok preman setempat dan mengambil alih wilayah kekuasaan.
Pada tahun 1994 bersama 400-an pengikutnya yang kebanyakan pemuda Indonesia Timur, ia duduki Pasar Tanah Abang dan mendirikan markas besar.
Keberanian dan kenekatan Hercules tidak lepas dari hubungannya dengan sejumlah petinggi militer yang kala itu semakin kuat.
Berbekal catatan sebagai TBO, ia juga bergabung sebagai anggota Pemuda Panca Marga (PPM).
“Koneksi-koneksi ini terbukti penting dalam mengonsolidasi jasa pengamanannya,” demikian dikutip dari buku Politik Jatah Preman.
Pekerjaan Hercules semakin luas. Yang diurusi bukan hanya murni soal jasa pengamanan, tapi juga sejumlah operasi politik.
Dalam wawancara di sebuah media pada 25 Juni 2000, ia mengaku terlibat operasi politik, khususnya terkait Timor Timur, konon termasuk jelang Reformasi 1998.
Namun pada peristiwa pertarungan antar geng di kawasan pasar Tanah Abang tahun 1997, Hercules dilarikan ke rumah sakit. Ia mengalami luka tusuk cukup serius.
Itulah detik-detik kekuasaan Hercules di pasar Tanah Abang mulai pudar. Apalagi ditambah adanya perpecahan internal, serta serangan dari geng lain.
Konon kegagalannya memobilisasi para demonstran pro Integrasi Timor Timur di Jakarta juga jadi penyebab. Hercules tidak lagi dipandang sebagai mitra andalan.
Dalam insiden pertarungan antar geng tahun 1997 itu, sebanyak 24 orang ditangkap yang kebanyakan dari geng rival Hercules.
Dampak lebih jauh, jalanan di kawasan pasar Tanah Abang ditutup total selama sepekan yang itu berimbas ke perekonomian pedagang. Para pedagang dan warga setempat marah.
Diawali perkelahian pedagang dengan petugas Tramtib, pada 27 Januari 1997 ratusan massa yang marah membakar kantor Kecamatan Tanah Abang, tidak terkecuali mobil milik pegawai pemerintahan.
“Pihak pemerintah segera menuding Hercules dan gengnya sebagai provokator”.
Di saat yang sama muncul ormas Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang (IKBT) yang dipimpin Yusuf Masehi atau dikenal Bang Ucu, jawara asli Betawi.
Kehadiran IKBT yang lebih didukung warga yang menolak premanisme membuat posisi Hercules di Tanah Abang semakin tersudut.
Pada 19 November 1997 sebuah hotel yang dipakai pertemuan orang-orang geng Hercules, dibakar habis.
Menyusul peristiwa itu, Hercules dan gengnya terpaksa angkat kaki dari Tanah Abang lantaran Markas besarnya dihancurkan.
Markas berpindah ke kawasan dekat jalan Rasuna Said. Hercules sendiri untuk sementara waktu tinggal di Indramayu, Jawa Barat.
Pengambilalihan pasar Tanah Abang oleh kelompok baru dikampanyekan sebagai kemenangan warga setempat atas aksi premanisme.
Padahal bagi pedagang tidak ada yang berbeda. Siapa pun preman yang berkuasa, preman tetap saja memeras pedagang.
Pada tahun 2012, di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), nama Hercules yang lama tenggelam, kembali muncul.
Ia menerima gelar bangsawan dari Keraton Solo, Kanjeng Raden Haryo (KRH) Yudhopranoto yang kalau diterjemahkan artinya Musim Perang.
Pada tahun yang sama (2012) itu Hercules mendirikan ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, di mana ia menjadi Ketua Umumnya.
Penulis: Solichan Arif