Bacaini.id, TULUNGAGUNG – Setiap malam rasa takut menghantui warga Desa Ngepoh dan Desa/Kecamatan Tanggunggunung, Tulungagung. Setelah lahan kosong milik Perhutani diterjang tanah longsor, retakan pada dinding dan fondasi rumah warga semakin hari semakin melebar.
Plt Camat Tanggunggunung, Heru Junianto mengatakan, bencana yang mengakibatkan puluhan rumah warga rusak terjadi di dua desa. Di Desa Ngepoh ada sebanyak 11 rumah dan di Desa Tanggunggunung ada sebanyak 53 rumah. Dengan kondisi seperti ini, sejumlah warga lebih memilih untuk mengungsi.
“Untuk warga yang mengungsi di rumah dinas Kecamatan Tanggunggunung ada sekitar sembilan KK atau sebanyak 24 jiwa. Sedangkan untuk warga yang lain mengungsi di rumah saudaranya,” kata Heru kepada Bacaini.id, Kamis, 13 Oktober 2022.
Menurutnya, warga biasanya meninggalkan rumah ketika malam hari atau pada saat hujan turun. Bahkan beberapa warga juga sudah mulai mengangkut barang-barang penting ke rumah saudaranya terdekat. Pasalnya, hingga saat ini kondisi retakan sudah selebar telapak tangan orang dewasa.
Heru menjelaskan, kondisi ini dipicu curah hujan tinggi yang mengakibatkan longsoran terjadi hingga mendekati permukiman warga. Dari kejadian tersebut, puluhan rumah warga mulai mengalami retakan pada dinding dan juga fondasi.
“Jadi setelah terjadi longsor, tanah di permukiman warga bergerak dan ambles, akhirnya fondasi dan dinding rumah warga mengalami retakan,” jelasnya.
Dengan kejadian ini, pihak kecamatan sudah membuat laporan kepada Bupati Tulungagung dan dinas teknis terkait untuk menangani kondisi ini. Sehingga nantinya akan ada penanganan khusus atas kerusakan yang menimpa puluhan rumah warga akibat tanah gerak.
“Tentu nantinya akan ada bantuan dari dinas. Kami juga sudah lapor ke Dinas Perkim dan PUPR. Nanti akan ada ahli-ahli geologi yang akan memetakan struktur tanahnya, sehingga rumah di lokasi rawan bisa dibangun kembali di tempat yang lebih kokoh dan tahan terhadap tanah gerak,” tandasnya.
Sementara itu, Muselan, salah satu warga terdampak menceritakan bahwa retakan di dinding dan fondasi rumahnya sudah muncul sejak Minggu 9 Oktober 2022. Retakan pertama muncul setelah terjadi hujan dan tanah longsor pada malam hari, yang hanya berjarak 50 meter dari rumahnya.
“Tanah longsor terjadi di lahan kosong milik perhutani. Ketika terjadi retakan pertama, saya dan istri sedang berada di rumah. Sekarang retakannya terus melebar,” cerita Muselan.
Bapak tiga anak itu menambahkan, kondisi ini membuat dia dan istrinya terus dihantui rasa was-was. Mereka merasa takut jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan. Bahkan akibat tanah gerak, pria berusia 60 tahun ini tidak bisa melakukan aktivitas tanam.
“Setiap malam saya harus mengungsi di rumah saudara saya, karena takut retakannya semakin parah. Sampai saat ini, belum ada satupun bantuan dari pemerintah yang diberikan kepada warga,” ungkapnya.
Penulis: Setiawan
Editor: Novira