Bacaini.ID, JAKARTA – Akhir tahun 2025 menandai fase konsolidasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang telah berjalan hampir satu tahun penuh. Meski secara formal koalisi pemerintah terlihat solid dengan dukungan mayoritas partai politik, realitas politik menunjukkan dinamika yang lebih kompleks.
Elite partai masih terlibat dalam manuver politik halus, terutama terkait spekulasi menuju Pilpres 2029.
Munculnya kembali isu ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bukan sekadar polemik administratif, melainkan strategi delegitimasi politik yang lebih luas. Hal ini mengindikasikan bahwa asumsi kesinambungan kekuasaan yang dianggap final mulai digeser, membuka ruang tawar-menawar politik di dalam koalisi.
Evaluasi Kinerja dan Reshuffle Kabinet
Presiden Prabowo menunjukkan komitmen serius terhadap efektivitas pemerintahan melalui tiga kali reshuffle kabinet sepanjang 2025 (Februari, September, dan akhir September). Pergantian pimpinan di tujuh kementerian strategis, termasuk Menteri Keuangan dan Menteri BUMN, mencerminkan upaya optimalisasi kinerja kabinet.
Pendekatan transparansi juga ditunjukkan melalui sidang kabinet paripurna terbuka, khususnya dalam penanganan bencana di Sumatera. Langkah ini tidak hanya menunjukkan akuntabilitas publik, tetapi juga evaluasi kinerja lintas kementerian secara terbuka. Presiden juga tegas menyatakan siap memecat pejabat yang tidak setia atau korup, menandakan komitmen pada tata kelola pemerintahan yang bersih.
Program Prioritas dan Dampak Ekonomi
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi flagship program pemerintahan Prabowo dengan implementasi yang masif. Polri telah mengoperasikan 1.147 Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) yang melayani hampir 4 juta penerima manfaat dan menyerap lebih dari 56 ribu tenaga kerja. Program ini tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal melalui penyerapan produk petani.
Kinerja ekonomi makro menunjukkan stabilitas dengan pertumbuhan sekitar 5,12% dan inflasi terkendali di 0,76%. Kombinasi inflasi rendah dan pertumbuhan stabil memberikan fondasi kuat bagi perekonomian nasional, didukung kebijakan “Sumitronomics” Bank Indonesia yang fokus pada digitalisasi dan inklusi keuangan.
Tantangan Demokrasi dan Wacana Pilkada
Salah satu isu politik paling kontroversial di akhir 2025 adalah wacana perubahan sistem Pilkada dari pemilihan langsung menjadi pemilihan melalui DPRD. Partai-partai seperti Golkar, Gerindra, NasDem, dan PAN mendukung perubahan ini dengan alasan efisiensi biaya dan menekan politik uang.
Namun, wacana ini mendapat penolakan keras dari PDIP dan organisasi masyarakat sipil seperti ICW yang menilainya sebagai kemunduran demokrasi. Perdebatan ini mencerminkan ketegangan antara efisiensi politik dan partisipasi demokratis, serta menunjukkan bahwa isu-isu fundamental demokrasi masih menjadi arena kontestasi politik.
Keamanan dan Ancaman Digital
BNPT mencatat pergeseran pola ancaman terorisme dari fisik ke digital, dengan lebih dari 21 ribu konten bermuatan intoleransi dan radikalisme ditemukan sepanjang 2025. Hal ini menunjukkan tantangan baru dalam menjaga keamanan nasional di era digital, yang memerlukan pendekatan komprehensif dalam menangani radikalisasi online.
Diplomasi dan Posisi Geopolitik
Indonesia menghadapi dilema strategis dalam persaingan China-Amerika Serikat, terutama di Laut Cina Selatan. Pemerintah menerapkan pendekatan strategic leverage dengan menggunakan instrumen naming, shaming, dan sanctioning untuk mempertahankan kedaulatan maritim. Posisi ini mencerminkan komitmen pada diplomasi bebas aktif di tengah polarisasi geopolitik global.
Refleksi dan Proyeksi
Akhir tahun 2025 menunjukkan bahwa politik Indonesia berada dalam fase transisi yang kompleks. Di satu sisi, pemerintahan Prabowo menunjukkan stabilitas dan fokus pada program-program konkret seperti MBG dan percepatan pembangunan Papua. Di sisi lain, dinamika elite politik, wacana perubahan sistem Pilkada, dan tantangan demokrasi digital menunjukkan bahwa konsolidasi demokrasi masih menghadapi ujian.
Keberhasilan pemerintahan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan implementasi program prioritas perlu diimbangi dengan komitmen pada penguatan institusi demokratis dan transparansi. Wacana koalisi permanen yang diusulkan beberapa elite partai, meski bertujuan menjaga stabilitas, juga perlu dievaluasi dampaknya terhadap kompetisi politik yang sehat.
Menuju 2026, tantangan utama adalah bagaimana menjaga momentum pembangunan sambil memperkuat fondasi demokrasi. Evaluasi tegas terhadap kinerja pejabat, transparansi kebijakan, dan dialog terbuka dengan masyarakat sipil menjadi kunci untuk memastikan bahwa stabilitas politik tidak mengorbankan kualitas demokrasi Indonesia.
Politik Indonesia di penghujung 2025 mencerminkan paradoks antara stabilitas dan dinamika, antara efektivitas dan partisipasi, yang memerlukan navigasi politik yang bijaksana untuk menjaga keseimbangan antara governabilitas dan akuntabilitas demokratis.
Penulis: Tim Litbang Bacaini.ID





