Seorang ibu rumah tangga nekat menjadi sopir ambulans demi menolong pasien Covid 19.
Bacaini.id, KEDIRI – Nama Rebecca mendadak viral di kalangan tenaga kesehatan Kota Kediri. Perempuan ini sering terlihat keluar masuk rumah sakit mengantar pasien Covid 19 dengan ambulans.
Rebecca adalah perawat di Pondok Kesehatan Kelurahan (Ponkeskel) Pesantren, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. Namun sejak dua bulan terakhir dia mengambil alih operasional mobil ambulans untuk menjemput pasien Covid 19.
“Tugas utama saya sebenarnya melakukan tracing Covid 19 di wilayah Pesantren. Namun seiring tingginya kasus belakangan ini, kita semua bekerja dobel. Sedangkan nakes laki-laki juga terbatas,” kata Septya Rebecca kepada Bacaini.id, Sabtu 17 Juli 2021.
Keterbatasan tenaga kesehatan laki-laki bukan satu-satunya alasan Rebecca untuk menjadi sopir ambulans. Sebagian nakes juga terpaksa meninggalkan pekerjaan karena terpapar Covid 19 yang sedang mengganas. Sementara mobilisasi menjemput pasien ke rumah sakit hingga mengantarkan jenazah ke liang lahat tak bisa berhenti.
Hanya bermodal bisa mengendarai kendaraan roda empat, Rebecca memutuskan mengambil alih kendali ambulans. Padahal menjadi sopir ambulans butuh kemampuan lebih karena dituntut cepat dan tetap mengutamakan keselamatan pasien.
“Awalnya saya hanya menggantikan sopir ambulans yang menjalani isolasi mandiri karena terpapar Covid 19. Namun jadi keterusan karena jumlah sopir ambulans benar-benar terbatas,” ujar perawat yang mulai bekerja menjadi tenaga kesehatan tahun 2010 lalu.
Perasaan was-was dan cemas sempat menghinggapi Rebecca di awal mengemudikan ambulans. Belum lagi baju Hazmat yang menutup erat tubuhnya cukup menghalangi pergerakan saat bekendara. “Kalau siang hari panasnya bukan main,” tuturnya.
Tak hanya 1-2 kali dia meluncur dengan baju Hazmat dan mobil ambulans. Dalam sehari perempuan berusia 38 tahun ini bisa menjemput empat pasien untuk diantar ke rumah sakit. Mereka adalah para penderita Covid 19 yang menjalani isolasi mandiri dan memerlukan perawatan intensif karena kesehatannya yang memburuk.
Menjadi sopir ambulans tak sesederhana layaknya sopir kendaraan pribadi. Usai memarkir mobil, Rebecca juga turun membantu mengangkat pasien Covid 19 dari rumah ke dalam ambulans. Belum lagi medan jemputan yang cukup sulit dilalui mobil ambulans berukuran besar. “Kadang saya menjemput pasien sendirian karena tidak ada nakes yang kosong. Hanya berdua dengan pasien,” cerita Rebecca.
Terpapar Covid 19
Tuntutan situasi yang memaksa para nakses dan ambulans bergerak cepat sering membawa Rebecca dalam situasi berbahaya. Tak jarang Rebecca lupa mengenakan alat perlindungan diri atau Hazmat karena ingin cepat tiba di rumah pasien.
“Pernah suatu malam saya menjemput pasien yang tinggal di dalam Pasar Pesantren. Informasinya sakit stroke dan koma. Dia juga tidak memiliki keluarga. Pasien seperti ini harus cepat dibawa ke rumah sakit karena dampaknya bisa fatal. Namun apes, saat dicek antigen ternyata positif Covid 19,” kenangnya.
Rebecca tak pernah menyalahkan siapapun ketika menghadapi situasi seperti itu. Warga juga tidak tahu dengan kondisi kesehatan mereka sendiri. Meski secara langsung hal itu bisa mengancam keselamatan tenaga kesehatan yang menolongnya.
Tingginya resiko yang dihadapi Rebecca sempat membuatnya terkapar. Dia sempat terinfeksi virus Covid 19 yang entah dari mana sumber penularannya pada awal tahun 2021. Diduga dia terpapar saat masih melakukan tugas tracing di Ponkeskel Pesantren.
“Butuh keikhlasan untuk menjalankan tugas ini. Para nakes dituntut mengutamakan keselamatan pasien meski memiliki keluarga sendiri yang tak boleh diabaikan,” tutur Rebecca.
Beruntung dirinya memiliki suami dan anak yang bisa memahami tugas dan tanggungjawab sebagai tenaga kesehatan. Sejak pandemi terjadi di seluruh belahan dunia, para nakes dipaksa menjaga jarak dengan anggota keluarga karena beresiko menularkan virus.
Rebecca juga pernah menjalani isolasi dan tak boleh bersinggungan dengan suami serta anaknya. Ini dilakukan usai menjemput pasien yang terpapar Covid 19, dimana dirinya lupa memakai Hazmat.
Dalam kondisi seperti ini, Rebecca dan para nakes hanya berharap agar kasus yang terjadi segera mereda. Keterbatasan ruang perawatan di rumah sakit yang tak mampu mengimbangi pesatnya pasien yang datang memaksa para penderita Covid 19 menjalani isolasi mandiri. Meski berada di rumah, mereka tetap menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan setempat untuk memantau.
“Di Pesantren rata-rata ada 20 – 40 rumah yang menjalani isoman. Saya harus beradaptasi dengan situasi agar bisa bertahan dalam keadaan seperti ini,” kata Rebecca.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
Tonton video: