• Login
  • Register
Bacaini.id
Tuesday, December 9, 2025
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
Bacaini.id

Rambut Gondrong Jadi Ciri Khas Lelaki Nusantara, Kolonial yang Beri Stigma Negatif

Rambut panjang menjadi identitas maskulin laki-laki di Nusantara sejak ribuan tahun lalu sebelum datangnya era kolonial

ditulis oleh Editor
9 December 2025 20:09
Durasi baca: 5 menit
rambut gondrong lelaki nusantara

Rambut gondrong lelaki Nusantara distigma negatif kolonial (foto ilustrasi/AI/bacaini.id)

Bacaini.ID, KEDIRI – Pada era modern, laki-laki berambut panjang atau gondrong selalu diidentikan dengan kebebasan, kasar, serta setumpuk stigma negatif lainnya.

Padahal sebenarnya, anggapan pria rambut gondrong ‘tak beradab’ itu merupakan stigma warisan kolonial. Sengaja diciptakan oleh kolonial.

Baca Juga:

  • Apa Saja Kain Nusantara yang Menjadi Warisan Budaya?
  • Kearifan Lokal Masyarakat Adat: Penjaga Hutan yang Diabaikan
  • Resep Semur Warisan Kelas Sosial Makmur

Budaya asli Nusantara membuktikan kaum laki-laki sejak zaman dulu memiliki rambut panjang yang dibentuk: gelung, cepol atau urai, sesuai strata sosial.

Rambut panjang menjadi identitas maskulin laki-laki di Nusantara sejak ribuan tahun lalu sebelum era kolonial. Rambut panjang pada laki-laki biasanya digelung, dicepol, diikat kain kepala, dikonde, atau kadang dibiarkan tergerai hingga bahu dan punggung.

Rambut panjang bukan sekadar gaya, melainkan simbol kedewasaan, kehormatan, status sosial, bahkan kesakralan. 

Rambut Panjang Laki-laki Nusantara

Candi Borobudur dan Prambanan menyimpan bukti sejarah mengenai ini. Relief yang menampilkan ratusan figur laki-laki: raja, prajurit, pedagang, hingga rakyat biasa, hampir semuanya memakai rambut sedang hingga panjang yang diikat ke atas membentuk gelung atau konde kecil.

Model gelungan yang sekarang lazim disebut cepol ini, merupakan gelung monthil atau gelung keling. Model yang sama terlihat pada arca-arca dari masa Singhasari dan Majapahit, abad ke-13 sampai 15.

Prajurit Majapahit di relief Candi Penataran dan Candi Sukuh digambarkan memakai ikat kepala dengan rambut dicepol kedalam.

Ketika Islam masuk dan Kesultanan Demak serta Mataram Islam berkuasa abad ke-16 sampai 18, rambut panjang justru semakin populer dalam bentuk gondrong lepas atau diikat dengan ikat kepala ala kesatria Persia-Turki.

Lukisan Sultan Agung Hanyokrokusumo, Pangeran Diponegoro (oleh Raden Saleh), dan para senopati Mataram menunjukkan rambut panjang tergerai hingga dada.

Di era itu memotong rambut sangat pendek bisa dianggap sebagai hukuman. Hal ini merujuk pada para tahanan politik keraton yang sering dipotong rambutnya sebagai tanda perendahan derajat.

Selain di Jawa, di Sumatera juga terdapat bukti-bukti sejarah mengenai penampilan rambut laki-laki era tersebut.

Arca Buddha dari situs Muara Jambi dan Padang Lawas, abad ke-7 sampai 13, memperlihatkan lelaki berambut panjang diikat jata, gelung khas India yang diadopsi lokal. Tradisi ini berlanjut hingga masa kesultanan Melayu.

Di kalangan Batak Toba, Karo, dan Simalungun, foto-foto etnografi yang diambil misionaris Jerman dan Belanda tahun 1870–1910 masih menangkap ribuan pria dengan rambut gondrong panjang yang dicepol kain uhum atau bulang.

Panglima perang Batak terkenal Sisingamangaraja XII (wafat 1907) digambarkan dengan rambut panjang tergerai sebagai lambang keperkasaan.

Sementara di Minangkabau, laki-laki memakai destar atau saluak yang menutupi rambut panjang yang dicepol ke dalam.

Di Aceh, Sultan Iskandar Muda (1607–1636) dan para uleebalang digambarkan memakai kupiah meukeutop dengan rambut panjang dicepol ke dalam. Tradisi ini bertahan hingga Perang Aceh (1873–1914).

Rambut Panjang Simbol Kejantanan

Suku Dayak: Ngaju, Iban, Kayan, Kenyah, Punan, hingga kini masih banyak yang mempertahankan rambut panjang sebagai tanda maskulinitas sejati.

Bagi Dayak Kayan dan Kenyah, memotong rambut pendek hanya dilakukan saat berkabung atau kalah perang, dan ini adalah hal yang dianggap sangat memalukan.

Foto-foto ekspedisi Nieuwenhuis tahun 1894 dan laporan Hose & McDougall (1912) menunjukkan hampir semua laki-laki Dayak dewasa berambut panjang hingga pinggang.

Kesultanan Banjar dan Kutai juga mengikuti pola yang sama: sultan dan pembesar memakai tanjak atau destar dengan rambut panjang dicepol ke dalam.
Rambut panjang bagi laki-laki Nusantara merupakan simbol kejantanan.

Di Bali, lukisan Kamasan dan arca-arca Bali abad ke-14 sampai 19 selalu menggambarkan laki-laki dengan rambut panjang yang digelung atau dicepol udeng.

Hingga tahun 1950-an, laki-laki Bali di desa-desa masih mayoritas memelihara rambut panjang. Potong cepak baru populer setelah anak-anak masuk sekolah negeri dan wajib militer pada era Soekarno.

Hal yang sama juga terekam dalam bukti-bukti sejarah di Kerajaan Gowa-Tallo, laki-laki Bugis-Makassar memakai songkok toda atau passapu dengan rambut panjang dicepol ke dalam. Daeng Marewa dan Arung Palakka (abad ke-17) digambarkan gondrong.

Di Ternate dan Tidore, sultan-sultan Maluku hingga akhir abad ke-19 memakai mahkota sorbana dengan rambut panjang tergerai.

Di Sumba dan Flores, pria bangsawan hingga awal abad ke-20 masih memelihara rambut panjang sebagai tanda status. 

Rambut Cepak Pengaruh Kolonialisme

Perubahan drastis model rambut pria di Nusantara, terjadi bertahap melalui tiga gelombang kolonial dan modern:

• Abad ke-18 hingga 19: VOC dan KNIL mewajibkan prajurit pribumi (Mardijker, Ambon, Jawa) potong rambut pendek model Eropa. Tahanan dan budak di penjara serta perkebunan juga dipotong rambut sebagai bentuk penghinaan.

• Akhir abad ke-19 sampai 1942: Sekolah-sekolah Belanda (HIS, MULO, AMS) dan sekolah misionaris mewajibkan rambut pendek sebagai tanda ‘beradab’.
Anak pribumi yang rambutnya panjang sering dicukur paksa di depan teman-temannya.

• 1942–1998: Pendudukan Jepang (Romusha), Revolusi Fisik, hingga Orde Baru memaksa seluruh pelajar laki-laki dan PNS rambut pendek ‘cepak presisi’. Rambut panjang dikaitkan dengan ‘orang liar’, ‘komunis’, atau ‘tidak disiplin’.

Kurang dari satu abad, citra pria Nusantara berubah total dari gondrong menjadi cepak yang dianggap lebih modern dan beradab. 

Penulis: Bromo Liem

Editor: Solichan Arif

Print Friendly, PDF & EmailCetak ini
Sumber: rambut gondrong lelaki nusantara
Via: gondrong
Tags: bacaini.idkoloniallelaki nusantararambut gondrongrambut panjangstigma negatifstigma negatif kolonial
Advertisement Banner

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

rambut gondrong lelaki nusantara

Rambut Gondrong Jadi Ciri Khas Lelaki Nusantara, Kolonial yang Beri Stigma Negatif

kemenag jombang dilaporkan

Kemenag Jombang Dilaporkan Kejaksaan di Hari Anti Korupsi

Bupati Aceh Selatan Minta Maaf, Warganet Salfok Sebutan Haji

Bupati Aceh Selatan Minta Maaf, Warganet Salfok Sebutan Haji

  • Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kepemilikan tanah dengan Letter C, Petuk D, dan Girik mulai tahun 2026 tidak berlaku. Mulai urus sekarang juga !

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemkab Rembang Hapus TPP, Nilai yang Diterima ASN Bikin Ngiler

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resep Semur Warisan Kelas Sosial Makmur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Resep Sate Kelapa yang Aduhai, Abaikan Asal-usulnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Bacaini.id adalah media siber yang menyajikan literasi digital bagi masyarakat tentang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan, hiburan, iptek dan religiusitas sebagai sandaran vertikal dan horizontal masyarakat nusantara madani.

© 2020 - 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Redaksi
  • Privacy Policy
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL

© 2020 - 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist