Bacaini.id, KEDIRI – Menjelang usia 100 tahun, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun melakukan prosesi pengambilan tanah dan air. Prosesi ini dilakukan serentak di seluruh cabang PSHT di seluruh Indonesia, Rabu, 1 Juni 2022.
Tanah dan air atau dua unsur alam yang berasal dari seluruh Nusantara tersebut nantinya akan dikumpulkan menjadi satu, sebagai wujud persatuan dalam bingkai persaudaraan meski berbeda ras, suku dan budaya.
Sebagai wujud cinta tanah air, PSHT Cabang Kota Kediri melakukan prosesi pengambilan tanah dan air di dua tempat, yakni di Puncak Gunung Maskumambang dan sumber mata air Al Alawi.
Ketua PSHT Cabang Kota Kediri, Agung Sediana mengatakan bahwa prosesi diawali dengan selamatan di Padepokan PSHT Kediri. Kemudian, dengan menunggang kuda, beberapa sesepuh perguruan menuju ke Gunung Maskumambang untuk melakukan ritual di puncak gunung, tepatnya di dekat makam Eyang Boncolono.
“Kita memilih tempat itu karena Maskumambang memiliki kiasan emas yang mengambang. Tentunya kami berharap, tanah dari Maskumambang ini bisa berdampak pada warga PSHT agar menjadi insan yang mulia seperti emas,” kata Agung kepada Bacaini.id, Rabu, 1 Juni 2022.
Selanjutnya ritual pengambilan air dilakukan di sumber mata air Al Alawi di Kelurahan Banjarmlati, Kecamatan Mojoroto. Prosesi pengambilan air sebagai sumber kehidupan ini menjadi harapan agar ajaran PSHT serta warganya selalu dicintai dan selalu membawa nama harum di seluruh penjuru alam.
Agung menyebutkan, menjelang usia satu abad ini menjadi momentum yang tepat untuk refleksi dan evaluasi bersama terkait peran warga PSHT sebagai organisasi sekaligus sebagai Pembawa Ajaran Setia Hati yang luhur.
Menurutnya, PSHT memiliki tujuan ‘Turut Serta Memayungi Hayuning Bawono’ dan memiliki maksud mendidik manusia berbudi pekerti luhur, tahu benar dan salah, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
“Dengan usia satu abad ini kita kembali merefleksi apakah tujuan organisasi tersebut sudah tercapai pada diri kita sebagai warga PSHT,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Agung berharap dengan usia satu abad ini, semua warga PSHT menjadi lebih berkualitas serta lebih dewasa dalam menyikapi berbagai persoalan dan tidak terjebak dalam kebesaran nama organisasi.
“Jangan sampai melakukan hal-hal negatif yang bisa merugikan nama organisasi,” tegasnya.
Selesai prosesi, tanah dan air yang diambil di dua tempat tersebut kemudian dibawa kembali ke Padepokan. Kedua unsur alam tersebut diserahkan kepada Ketua Cabang untuk selanjutnya dikumpulkan di pusat dan disatukan bersama dengan tanah dan air yang dikumpulkan oleh seluruh cabang PSHT di Indonesia.
Penulis: Novira