Bacaini.ID, KEDIRI – Lahir 1890 dari keluarga priyayi rendah di Cepu, Blora Jawa Tengah, Mas Marco Kartodikromo dikenal sebagai jurnalis, sastrawan sekaligus aktivis pergerakan nasional (Sarekat Islam).
Pendiri Inlandische Jurnalisten Bond (IJB) tahun 1914 dengan surat kabar Doenia Bergerak itu, sangat anti kelas sosial, terutama sistem feodalisme yang kental di masyarakat Jawa.
Sebagai jurnalis Marco kesohor dengan tulisan-tulisannya yang tajam dan pedas. Sebut saja Syair Rempah-rempah dengan kata-kata Sama Rata Sama Rasa yang melegenda hingga kini.
Keberanian Marco menghajar kolonial Belanda dengan kata-kata pedas menyeretnya keluar masuk bui, dan itu dijalaninya dengan ringan.
Ia adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah pers dan sastra Indonesia yang haram membungkukkan badan, apalagi menjilat kekuasaan.
Mas Marco Kartodikromo adalah pelopor jurnalistik yang membela hak-hak rakyat kecil.
Di circle pergerakannya ada Haji Mohamad Misbach alias Haji Merah. Kemudian Tirto Adhi Soerjo, mentornya di jurnalisme dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) yang banyak mempengaruhi pemikirannya.
Marco adalah pejuang sejati dalam pers, pemilik pena yang tajam, dan sekaligus pewaris jiwa ksatria Tirto Adhi Soerjo dalam membela hak kaum tertindas.
Pada tahun 1927, lantaran pemikirannya yang kelewat radikal, Mas Marco Kartodikromo dibuang Kolonial Belanda ke Boven Digul, Papua hingga tutup usia pada tahun 1932.
Profil Singkat
- Nama Lengkap: Marco Kartodikromo
- Nama Pena: Mas Marco
- Lahir: 1890, Blora, Jawa Tengah
- Wafat: 18 Maret 1932, Boven Digoel, Papua (eksil politik)
- Profesi: Jurnalis, Penulis, Aktivis
Karya Sastra
Mas Marco juga dikenal sebagai penulis novel dan cerita pendek. Karya-karyanya banyak mengangkat isu sosial dan politik dengan gaya yang lugas dan satir. Beberapa karya terkenalnya:
- Student Hidjo (1918) – Novel yang mengkritik pendidikan kolonial dan budaya Barat yang memengaruhi pemuda Indonesia.
- Rasa Merdika (1924) – Novel tentang perjuangan rakyat melawan penjajahan.
- Mata Gelap – Sebuah karya fiksi yang menggambarkan penderitaan rakyat akibat kolonialisme.
Editor: Solichan Arif
Disclaimer: Artikel ini ditulis dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Hubungi redaksi Bacaini.ID jika ada yang perlu dikoreksi untuk penyempurnaan tulisan kami.