Bacaini.id, SURABAYA – Kemunculan korban pelecehan seksual Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari di media mengundang perhatian publik. Hal ini berlawanan dengan imbauan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang meminta media tidak mengungkap identitas korban.
Pencarian identitas korban pelecehan seksual yang menjadi pelapor Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari di DKPP ramai dilakukan usai pemberhentian Hasyim sebagai Ketua KPU.
Untuk mencegah pemberitaan dan publikasi terhadap pelapor, Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 90-PKE-DKPP/V/2024 tentang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Jakarta, Rabu, 3 Juli 2024 memberi pesan khusus.
“Saudara-saudara para jurnalis yang saya banggakan. Saya ingin mengingatkan saudara-sudara agar membuat suasana nyaman, terutama bagi pengadu yang ada di ruang sidang ini,” kata Heddy.
Ia juga mengingatkan jika korban pemerkosaan atau asusila tidak dibenarkan dilakukan penyiaran.
Namun alih-alih melindungi identitas korban, pelapor alias korban pelecehan seksual itu justru tampil di publik dan berbicara kepada media. Ia juga mendatangi langsung proses persidangan yang digelar DKPP untuk memastikan pelaku mendapat hukuman setimpal.
Perhatian publik pun terfokus pada identitas dan wajah korban yang tersiar luas di media massa. Sebagian masyarakat berpendapat jika media telah melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) tentang publikasi korban kekerasan seksual.
Menanggapi hal ini, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, Sundari Sudjianto angkat bicara. Ia berpendapat jika media tidak bisa disalahkan dalam konteks pemberitaan Ketua KPU RI.
“Kalau korban yang meminta (dipublikaskan) sendiri, gugur (ketentuan pasal KEJ),” kata Sundari saat dihubungi Bacaini.ID, Kamis, 4 Juli 2024.
Namun hal itu harus dipastikan terlebih dulu, apakah korban benar-benar meminta dengan penuh kesadaran untuk dipublikasikan, atau ada pemicunya. Misalnya dilobi oleh jurnalis agar wajahnya muncul. “Itu pelanggaran,” tegasnya.
Ia juga memastikan jika jurnalis tidak bisa disebut melanggar, kecuali ditemukan fakta bahwa narasumber mau menunjukkan wajah karena ada permintaan dari jurnalis.
Penulis: Hari Tri Wasono